Sabtu, 15 Maret 2014

Bab 9 part 5 novel cewek!!! by esti kinasih



Semua mata seketika menoleh ke arahnya. Rei cs langsung meninggalkan tawanan masing-masing, menghampiri Mang Asep yang masih panik berteriak-teriak sambil menginjak-injak lidah apa yang kecil.

Di ambang pintu antara ruangan tempat pengunjung makan dan ruangan dalam, Teh Neneng berdiri dengan sikap seolah-olah dia amat ketakutan. Air dari ember di kolong meja membasahi mukanya. Di dekat kakinya berserakan sebuah panci berikut tutupnya, satu set rantang kaleng, dan beberapa tutup gelas, yang sengaja dia jatuhkan untuk mengalihkan perhatian Rei cs. Dan beberapa detik setelah bunyi krompyang tadi, Asep buru-buru menambahkan minyak tanah ke dalam kobaran api.

''Di mana sumur, Mang?'' tanya Bima, dan langsung berlari ke arah yang ditunjuk. Rei dan Rangga memindahkan semua benda-benda yang mudah terbakar.

Selagi ketiga cowok itu sibuk memadamkan api, Teh Neneng memberikan isyarat diam-diam. Langen cs segera berlari menuju dipan di ruangan dalam, dengan membawa ransel masing-masing.

Agak lama baru api itu bisa dijinakkan. Soalnya setiap kali ada kesempatan, Mang Asep selalu menambahkan minyak atau menyulutkan api di tempat-tempat yang sudah dipadamkan. Setelah api berhasil padam, dia terduduk lunglai di salah satu bangku panjang. Mengusap peluh fiktif di dahi.
"Aduuuuh,'' keluhnya panjang. "saya teh sudah bilang, biarkan saja. Orang mabok itu memang begitu. Kalau kitanya keras, mereka juga akan begitu. Untung warung saya teh tidak kebakaran."
"Maaf, Mang. Kami benar-benar minta maaf.'' Bima mendekat lalu duduk di sebelahnya. Dua sobatnya mengikuti jejaknya.
''Yah, sudahlah. Sekarang teh biar saja eta awewe-awewe sampai sadar sendiri. Yah?''

Rei cs tidak bisa berbuat lain kecuali terpaksa mengangguk lalu menyaksikan pertunjukan di atas dipan dengan hati remuk, tapi sekaligus juga salut.
''Api unggunnya udah selesai, La. Coba tadi kita ikutan,'' kata Fani. Diangkatnya wajahnya, tapi lalu cepat-cepat menunduk lagi, karena sepasang mata Bima sedang terarah tajam-tajam padanya. Cewek itu membuka ranselnya lalu mengeluarkan satu set kartu baru.
''Ah, nggak seru. Nggak ada gitar sama jogetnya!'' kata Langen.

Judi dilanjutkan dan sekarang taruhannya bukan cuma uang. Mi instan, kornet, cokelat, topi, kaus, dompet, bahkan sepatu Langen ikut numpuk di tengah-tengah arena. Sebentar-sebentar ketiga cewek itu menenggak isi botol lalu bersendawa keras-keras. Membuat hati cowok-cowok mereka jadi trenyuh dan nelangsa.

Febi kalah. Sekarang dia sedang mengaduk-aduk isi tasnya. Mencari-cari apa lagi yang bisa dipakai untuk taruhan. Akhirnya apa boleh buat, dikeluarkannya KTP. Tapi Langen dan Fani langsung menolak mentah-mentah.
"Nggak bisa. Taruhan kok KTP. Mana fotonya jelek, lagi!"
"Ntar gue ganti pake duit, Fan. Kalo udah sampe Jakarta. Takut amat sih lo? Gue kan orang kaya!"
"Nggak bisa!" jawab Langen dan Fani bersamaan. Febi menatap seisi ruangan dan matanya berhenti di lemari perabot. Sebuah piring kaleng bergambar Cepot, salah satu tokoh dalam wayang golek, diletakkan dalam posisi berdiri dengan penyangga kayu buatan sendiri.
"Aha!" seru Febi riang. Dia cepat-cepat berdiri dan mengambil piring kaleng itu. "ini taruhan gue. Piring antik dari Dinasti Ming!"
"Dari mana lo tau itu piring antik zaman Dinasti Ming?" tanya Langen.
"Ini kan gambar kaisarnya!" jawab Febi.
Rangga langsung menutup muka dengan sebelah tangan!

continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar