download novel terbaru dan terpopuler, download novel indonesia terbaru ebook, download novel gratis, download novel cinta, download novel teenlit terbaru, download novel remaja terbaru, novel cinta, novel remaja, kumpulan novel, novel gratis, novel terbaru, cerita novel, contoh novel
Sabtu, 15 Maret 2014
Bab 23 part 5 novel cewek!!! by esti kinasih
Sepuluh menit kemudian, yang rasanya seperti satu jam, ponsel Rangga berdering. Tapi orang di seberang sana bukan Rei atau Bima, karena sepertinya dia menanyakan apakah Rangga ada acara pada tanggal perang terbuka itu dilaksanakan, dan dijawab ''ada'' oleh Rangga. Hiking ke satu tempat yang ternyata bukan seperti yang ditulis Febi di telapak tangan.
Febi ternganga dan segera memasang telinga. Selanjutnya adalah dua puluh menit yang benar-benar menyiksa. Yang harus dilewatinya dengan meringkuk di kolong kursi seperti janin. Masih ditambah dengan harus terus mengingat nama lokasi perang terbuka itu.
Ketika akhirnya Rangga memutuskan untuk pulang karena yang ditunggunya tidak kunjung membuka mata, kedua kaki Febi sudah kesemutan parah. Jadi meskipun keadaan sudah aman, apa boleh buat, dia teruskan acara meringkuknya sampai kedua kakinua bisa kembali digerakkan.
***
Febi berpikir keras, mencari cara untuk memberitahu Iwan informasi yang dia dapatkan. Tapi berhari-hari telah lewat, cara itu tidak juga ketemu, dan dia juga sudah stres berat. Berhari-hari terkurung di dalam rumah tanpa bisa berkomunikasi dengan dunia luar. Sementara dia tahu saat ini kedua temannya sedang menjalani penempaan fisik yang gila-gilaan.
Duduk sendirian di kamarnya yang luas, gadis itu mengeluh dalam. Andai saja gelar kebangsawan itu bisa dihilangkan. Andai dia bisa menukarnya dengan kebebasan. Kebebasan seperti yang dimiliki Langen dan Fani!
Pintu kamarnya diketuk pelan. Seorang pembantunya muncul, dan dengan sikap takzim memberitahu sang Gusti Putri bahwa saat ini kehadirannya ditunggu di ruang keluarga. Febi menghela napas. Bangkit berdiri dengan enggan. Walaupun selama dua puluh empat jam tidak melakukan apa pun, tetap saja ini tidak terdengar menyenangkan. Mendampingi ayah, ibu, dan dua kakak tertuanya menjamu seorang kerabat yang datang dari kota asal.
Untungnya, tata krama yang berlaku di dalam keluarga besarnya tidak membenarkan perempuan untuk terlalu banyak bicara. Jadi itu bisa menutupi kenyataan yang sebenarnya bahwa dia memang sedang malas bicara.
Jadi yang harus dilakukannya hanyalah duduk dengan tenang dan anggun. Tentu saja, sebentar-sebentar tersenyum, dan baru buka suara kalau ditanya atau diajak bicara. Itu pun dengan catatan, jangan bicara terlalu panjang-lebar.
Gampang sebenarnya. Tapi Febi kepalanya nyaris meledak saking besarnya. Karena itu diam-diam dia menarik napas lega saat orangtua dan kedua kakak laki-lakinya membawa tamu mereka yang agung itu menuju ruangan tempat penyimpanan benda-benda pusaka.
''Fiuuuuh!'' Fani mengembuskan napas keras-keras begitu tinggal sendirian. Dinikmatinya kesendirian itu dengan langsung menangkalkan keanggunan dan tata krama.
Caranya? Febi mengulurkan tangan kanannya lalu mencomot sepotong wajik dari piring di depannya. Dan kue yang biasanya harus digigit lalu dikunyah dengan sopan dan tertib sebanyak lima sampai enam kali itu sekarang langsung lenyap dalam sekejap. Menjelma menjadi dua pipi menggelembung.
Febi menikmati sesaat momen kejelataan itu dengan enjoy, sampai kedua matanya tak sengaja terarah pada ponsel sang tamu yang tergeletak begitu saja di meja.
''Ini dia!'' desisnya. Seketika gadis itu melompat dari kursi dan menyambar benda itu. Juminem yang datang membawa nampan teh, terlongong-longong saat mendapati Gusti Putri junjungannya memakai ponsel tamu majikannya.
''Sst! Jangan bilang-bilang lo, eh, kam ya!?'' ancam Febi.
Setelah kembali duduk dikursi, cepat-cepat Febi mengirimkan SMS singkat, dan langsung menghapus reportnya sebelum sang ponsel menyelesaikan sinyal. Kemudian gadis itu mengembalikan ponsel ke tempat semula lalu kembali duduk dengan ke anggunan yang sempurna.
Tapi saat ponsel itu berdering bersamaan dengan tamu mereka kembali dari ruang tempat penyimpanan benda-benda pusaka, dan wajah sang tamu kelihatan sangat bingung setelah menempelkan benda itu di satu telinganya. Ketenangan Febi nyaris hilang. Buru-buru dia menutupi kegelisahannya dengan menuangkan teh gelas-gelas yang sudah kosong. Diam-diam dia menarik napas lega saat ponsel itu kembali diletakkan.
***
Satu SMA dari nomor yang tidak dikenal masuk ke ponsel Iwan. Cowok itu membukanya dengan kening berkerut, kemudian tertegun selama beberapa detik, dan langsung berteriak keras memanggil Theo yang kebetulan sedang berada di rumahnya.
''Ada apa!?'' Theo datan tergopoh.
''Kita dapet lokasinya!''
''Hah? Dari siapa?''
Iwan menyerahkan ponselnya.
''Gue nggak tau itu siapa!''
Theo lalu mencoba menelepon balik. Suara di seberang ternyata suara laki-laki.
''Maaf, ini siapa ya?'' tanya Theo hati-hati.
''Lho? Kamu mau bicara dengan siapa?'' suara di seberang seketika balik bertanya.
''Barusan Bapak kirim SMS ke sini, kan?''
''Saya? Tidak. Ini siapa ya?''
Theo meminta maaf dan buru-buru menutup pembicaraan.
''Babe-babe, Wan. Katanya nggak pernah kirim SMS, lagi,'' ucapnya dengan kening terlipat. Iwan yang baru keluar dari kamar dengan membawa gulungan peta, tidak peduli dengan laporan itu. ''Bisa dipercaya apa nggak nih informasi?''
''Kita nggak punya informasi lain. Cuma itu satu-satunya. Siapa pun yang ngirim, dia jelas-jelas tau soal ini. Tolong calling anak-anak, Yo. Suruh ke sini sekarang!''
***
SMS itu cuma berjarak empat hari menjelang hari ''H''. Jadi tidak banyak lagi waktu yang tersisa. Iwan menghentikan wajib militer Langen dan Fani, karena dia dan keempat temannya harus menyurvei lokasi secepatnya. Dan sepertinya yang sudah diduganya, Rei cs tidak bersedia menyebutkan lokasinya karena kontur medan benar-benar gila.
Rei cs rupanya tidak mau menunggu terlalu lama, tapi juga tidak ingin bertindak seperti jaksa. Karena itu mereka memilih medan yang akan membuat kedua kaki lawan-lawan mereka menjerit dan akhirnya memaksa mulut untuk bicara!
Setelah menjelajahi sebagian area, Iwan dan keempat temannya berdiri tanpa ada yang berbicara. Olahraga gila-gilaan itu hanya akan lima puluh persen berguna. Artinya, mereka butuh strategi lain untuk bisa meloloskan Langen cs sebagai juara. Atau paling tidak, menyamakan posisi satu sama.
Kelimanya segera pulang. Malam itu juga di rumah Iwan, kelimanya berpikir keras mencari jalan keluar. Dan setelah diskusi panjang sampai hampir menjelang fajar, mereka berhasil mendapatkan beberapa cara untuk memperbesar kemungkinan ketiga cewek itu meraih kemenangan. Satu hal lagi yang ternyata mau tidak mau harus mereka lakukan adalah menentukan garis finish.
Langen dan Fani, yang akan turun dalam pertempuran terbuka itu dan berhadapan langsung dengan kubu lawan, hanya mempunyai stamina tidak lebih dari sepermpat stamina Rei cs. Melihat kondisi itu, pendakian yang telah ditentukan sebagai medan pertempuran, kedua cewek itu hanya akan mampu bertahan tidak lebih dari dua jam.
continue~
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar