"Emang gue kenapa?" sergah Theo.
"Bukan gitu, Yo." Rizal menyeringai. "Dari awal kan udah sepakat dia tanggung jawab gue. Kalo tiba-tiba jadi elo, nanti dikira kita suka ngoper-ngoper cewek, lagi!"
"Udah! Udah! Ribut aja!" potong Evan tak sabar. "Cepet kasih minyak kayu putih atau balsem. Ntar kalo lo berdua masih rebutan juga, gue yang pingsan nih!"
"Heh!" Rizal dan Theo menoleh bersamaan. "Silakan geletak di tanah sana. Ntar gue panggil macan!"
Meskipun cemas, semua jadi geli juga mendengar keributan itu. Perjalanan terpaksa dihentikan. Kesempatan itu dipakai Langen dan Fani untuk istirahat dan melepaskan sweter yang sudah membuat mereka masih keringat.
"Gimana?" Iwan berjongkok di depan keduanya. "Apa terasa pusing? Mual?"
Dua-duanya geleng kepala, sibuk mengipas-ngipas. Tapi cuma sebentar. Tak lama keringat malah membuat mereka jadi kedinginan. Belum ada jam dua belas, tapi dinginnya sudah ampun-ampunan. Dan baru bisa hilang kalau mereka banyak bergerak.
"Lo berdua ganti baju." Iwan menarik carrier-nya, mengeluarkan baju Langen dan Fani yang terbungkus plastik hitam.
Tak berapa lama Febi siuman. Segelas air jahe hangat langsung disodorkan Theo untuknya. Karena waktunya benar-benar mepet, perjalanan mereka terpaksa dilanjutkan meskipun kondisi Febi sebenarnya mencemaskan. Belum ada setengah jam, ganti Fani yang roboh. Luruh ke tanah begitu saja. Lagi-lagi di saat mereka sedang merambati satu lereng yang punya kemiringan tajam. Dan botak pula. Nyaris tanpa pepohonan besar.
Yudhi langsung curiga saat jari-jari yang digenggamnya, yang tengah dibantunya menapaki tanah miring berbatu itu, tiba-tiba saja lemas. Saat dia menoleh, kedua mata Fani sudah setengah tertutup.
"WAN!!!" teriaknya seketika. Kaget, Iwan langsung waspada. Tubuh Fani merosot jatuh. Iwan menangkapnya dan mati-matian berusaha menahan dengan tangan kanannya yang bebas, sementara tangan kirinya menggandeng Langen.
Akhirnya Iwan kehilangan keseimbangan. Badannya limbung, hampir ikut terjatuh. Genggamannya ke Langen terlepas dan tangan kirinya kemudiam bergerak-gerak panik mencari pegangan. Langen kontan jadi limbung. Tumpuannya yang terbesar memang ke Iwan. Karenanya begitu tangannya dilepas, cewek itu langsung kehilangan keseimbangan.
"LANGEN! CARI PEGANGAN, LAAAA!!!?" teriak Iwan menggelegar.
Tidak usah dibilang. Langen sudah refleks mencari-cari pegangan, tapi butiran-butiran batu dan tanah lepas menggagalkan usahanya. Tak ayal, badannya berguling-guling menuruni lereng. Evan dan Theo segera melepas carrier di punggung masing-masing dan langsung melesat tanpa berpikir lagi. Mereka berusaha meraih tubuh Langen yang meluncur turun dengan cepat.
"DI POHON ITU, YO!!!" teriak Evan. Theo langsung melesat seperti terbang. Melewati Langen dan memasang badannya di antara dua batang pohon kecil. Harap-harap cemas, semoga batang-batang pohon yang langsing itu sanggup menahan.
Hampir saja gagal. Batang-batang itu sempat melenggang ketika sesaat kemudian Langen menabrak Theo dengan keras. Mati-matian Theo menjejakkan kakinya kuat-kuat ke tanah agar tidak semua beban bertumpu di dua batang pohon itu.
Evan yang tiba beberapa detik kemudian, langsung mengambil alih. Ditariknya tubuh Langen yang menimpa Theo. Cewe ktiu benar-benar lemas, antara sadar dan tidak. Di bawah mereka jurang menganga. Terjatuh ke dalamnya, nyawa dipastikan akan langsung melayang tanpa sempat lagi menghitung dosa. Apalagi minta ampun!
Iwan tiba beberapa detik kemudian. "La, lo nggak apa-apa, kan?'' tanyanya. Suaranya tercekik di tenggorokan. Tanpa sadar, melihat wajah Langen yang sudah seputih kapas, dipeluknya cewek itu kuat-kuat.
Langen menangis tanpa sadar. Dia benar-benar ketakutan. Yang teringat cuma jurang berbatu yang siap menyambutnya di bawah. Jurang! Jurang! Dan.....tewas!
Iwan tertegun begitu sadar dadanya basah.
"Udah, La. Udah lewat," hibur Evan. "Theo pernah ditolak mati. Takut di sana nanti jadi bosnya jurik. Jadi selama dia masih hidup, kita kayaknya bakalan aman."
Theo memang pernah mati suri. Dan pengalaman spiritualnya selama hampir setengah hari jadi almarhum itu benar-benar bikin merinding. Yang sudah pernah mendengar kebanyakan ogah mendengar dua kali.
"HEEEI! TOLONGIN DOOOOONG!!!!" teriak Yudhi dari atas. Fani ternyata masih pingsan. Febi juga sangat pucat.
"Tinggal aja. Nggak apa-apa." Iwan mengangguk . Evan dan Theo buru-buru naik.
"Evan bener, La," ucap Iwan pelan. Tidak dia lepaskan pelukannya karena tubuh Langen masih gemetar. "Kadang susah dipercaya. Tapi kami udah berkali-kali ngalamin peristiwa yang hampir 'nyaris' begini. Dan puji Tuhan, selalu lewat. Mungkin Theo bener-bener penolak bala." Diusap-usapnya punggung Langen. Lalu perlahan dia lepaskan pelukannya. Mata basah dan merah Langen membuatnya tertegun sesaat lalu tersenyum geli. "Bisa nangis juga lo, ya?"
Langen tersenyum malu dan buru-buru mengusap air matanya.
continue~
Link Bab 7 part 3: http://chlasmaul.blogspot.com/2014/03/bab-7-part-3-novel-cewek-by-esti-kinasih.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar