Saat boneka itu disodorkan, Langen juga sempat terpesona. Tapi hanya sedetik. Bayangan Bima membuat pandangannya seketika berubah total. Dibalik-baliknya boneka kucing itu. Diamatinya dengan sangat teliti.
'Ijaaah! Ambilin piso yang tajem! Buruan!''
''Mau lo apain?'' tanya Fani curiga.
''Dibredel. Liat dalemnya.''
''Gila lo!'' Fani ternganga. ''Jangan! Jangan!''
''Boneka ini pasti ada apa-apanya, Fan. Lo jangan liat cakepnya.''
''Bukan gitu, La. Ntar kalo Bima nanya bonekanya mana, gimana gue jawabnya?''
''Jadi gimana?''
''Tadi udah gue periksain. Gue pencet-pencet dari kepala sampe ujung buntut. Sampe tiga kali! Nggak ada apa-apanya. Nggak terasa ada something yang mencurigakan. Kalo lo masih nggak yakin, kita periksa lagi aja deh. Kalo emang dalemnya dimasukin apa-apa, pasti kan ada bekas jaitannya.''
''Iya, ya?'' kedua alis Langen menyatu. ''Iya , bener. Ya udah. Yuk, kita periksa.''
Boneka kucing itu kemudian diletakkan di atas bagian karpet yang terkena sinar matahari. Langen duduk di salah satu sisi, Fani di sisi satunya. Dengan saksama keduanya mulai menyibak bulu boneka kucing itu mili demi mili. Mencari-cari bekas jaitan yang mencurigakan. Tapi ternyata tidak ada. Ijag yang datang dengan pisau di tangan, menatap bingung.
''Kenapa? Kenapa? Tanyanya sambil berlari mendekat lalu berjongkok di antara Langen dan Fani. Ia ikut memerhatikan boneka kucing itu dengan serius. ''Masa ada kutunya sih? Nggak mungkin ah. Ini kan boneka!''
Langen dan Fani serentak mengangkat kepala dan menatap Ijah dengan jengkel.
''Ganggu aja lo!'' dengus Langen.
''Sana! Sana!'' usir Fani. ''Kepala lo ngengelapin, tau!''
''Ada apaan sih?'' Ijah bergeming. Dia penasaran ingin tahu ''Ngeliatinnya kok sampe kayak gitu? Belom pernah punya boneka kayak gini, ya? Kasian amat!''
Langen dan Fani mengangkat kepala bersamaan lagi. Detik berikutnya tubuh Ijah terjengkang ke belakang.
''Kurang ajar!'' dengus keduanya bersamaan.
Tiba-tiba Langen tersentak.
''Ya ampun! Iya, Fan!''
''Apaan!? Apaan!?'' Fani langsung waswas.
''Ini pasti voodoo! Iya, bener! Udah nggak salah lagi..... Pasti voodoo!''
''Ah! Voodoo itu justru dia yang pegang bonekanya, lagi! Bukan gue. Lagian juga kalo voodoo tuh bonekanya bentuk orang yang mau di-voodoo. Bukan boneka kucing! Gimana sih lo?''
''Oh, iya, ya?'' Langen menepuk keningnya. ''Bego gue! Jadi ini maksudnya apa dong?''
''Nggak ada maksud apa-apa kali, La. Ya cuma ngasih doang.''
''Tampang kayak Bima? Nggak mungkin! Udah pasti nih boneka ada apa-apanya!''
''Ya udah, kita tunggu aja. Kalo besok-besok gue mendadak sakit, atau tiba-tiba gue jadi tergila-gila banget sama Bima, berarti bener. Nih boneka emang ada apa-apanya!''
Cantik memang langkah pertama yang dilakukan Bima. Bukan cuma tidak terbaca apa maksud dibalik tindakannya, tapi itu juga mulai mengubah pendangan Fani tentang dia. Meskipun cuma sedikit, perubahan itu akan melemahkan kewaspadaan!
'Ijaaah! Ambilin piso yang tajem! Buruan!''
''Mau lo apain?'' tanya Fani curiga.
''Dibredel. Liat dalemnya.''
''Gila lo!'' Fani ternganga. ''Jangan! Jangan!''
''Boneka ini pasti ada apa-apanya, Fan. Lo jangan liat cakepnya.''
''Bukan gitu, La. Ntar kalo Bima nanya bonekanya mana, gimana gue jawabnya?''
''Jadi gimana?''
''Tadi udah gue periksain. Gue pencet-pencet dari kepala sampe ujung buntut. Sampe tiga kali! Nggak ada apa-apanya. Nggak terasa ada something yang mencurigakan. Kalo lo masih nggak yakin, kita periksa lagi aja deh. Kalo emang dalemnya dimasukin apa-apa, pasti kan ada bekas jaitannya.''
''Iya, ya?'' kedua alis Langen menyatu. ''Iya , bener. Ya udah. Yuk, kita periksa.''
Boneka kucing itu kemudian diletakkan di atas bagian karpet yang terkena sinar matahari. Langen duduk di salah satu sisi, Fani di sisi satunya. Dengan saksama keduanya mulai menyibak bulu boneka kucing itu mili demi mili. Mencari-cari bekas jaitan yang mencurigakan. Tapi ternyata tidak ada. Ijag yang datang dengan pisau di tangan, menatap bingung.
''Kenapa? Kenapa? Tanyanya sambil berlari mendekat lalu berjongkok di antara Langen dan Fani. Ia ikut memerhatikan boneka kucing itu dengan serius. ''Masa ada kutunya sih? Nggak mungkin ah. Ini kan boneka!''
Langen dan Fani serentak mengangkat kepala dan menatap Ijah dengan jengkel.
''Ganggu aja lo!'' dengus Langen.
''Sana! Sana!'' usir Fani. ''Kepala lo ngengelapin, tau!''
''Ada apaan sih?'' Ijah bergeming. Dia penasaran ingin tahu ''Ngeliatinnya kok sampe kayak gitu? Belom pernah punya boneka kayak gini, ya? Kasian amat!''
Langen dan Fani mengangkat kepala bersamaan lagi. Detik berikutnya tubuh Ijah terjengkang ke belakang.
''Kurang ajar!'' dengus keduanya bersamaan.
Tiba-tiba Langen tersentak.
''Ya ampun! Iya, Fan!''
''Apaan!? Apaan!?'' Fani langsung waswas.
''Ini pasti voodoo! Iya, bener! Udah nggak salah lagi..... Pasti voodoo!''
''Ah! Voodoo itu justru dia yang pegang bonekanya, lagi! Bukan gue. Lagian juga kalo voodoo tuh bonekanya bentuk orang yang mau di-voodoo. Bukan boneka kucing! Gimana sih lo?''
''Oh, iya, ya?'' Langen menepuk keningnya. ''Bego gue! Jadi ini maksudnya apa dong?''
''Nggak ada maksud apa-apa kali, La. Ya cuma ngasih doang.''
''Tampang kayak Bima? Nggak mungkin! Udah pasti nih boneka ada apa-apanya!''
''Ya udah, kita tunggu aja. Kalo besok-besok gue mendadak sakit, atau tiba-tiba gue jadi tergila-gila banget sama Bima, berarti bener. Nih boneka emang ada apa-apanya!''
Cantik memang langkah pertama yang dilakukan Bima. Bukan cuma tidak terbaca apa maksud dibalik tindakannya, tapi itu juga mulai mengubah pendangan Fani tentang dia. Meskipun cuma sedikit, perubahan itu akan melemahkan kewaspadaan!
continue~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar