Sabtu, 15 Maret 2014

Bab 25 part 2 novel cewek!!! by esti kinasih



Iwan menghela napas. Agak jengkel. ''Emangnya memang penting banget, ya?''
''Ya jelas penting lah..... Gila aja. Udah latihan fisik ngalahin tentara gitu. Sekarang disuruh batalin.''
''Kalo waktu kebut-kebutan tadi lo mati, gimana? Menang masih penting?''
''Kata Bima, dia ngajak gitu soalnya dia liat gue hobi kebut-kebutan. Dulu juga waktu SMA lo suka ngajakin gue trek-trekan. Gara-gara lo malah, gue jadi hobi ngebut.''
''Oh, jadi elo ya Suhu-nya?'' tanya Theo, dengan tuduhan yang langsung berpindah dari Bima ke Iwan.
''wkwkwk!'' Iwan mati kutu. ''Ya udah. Ayo, buruan kosongin carrier!''

mereka menyingkir dari jalan setapak. Iwan cs lalu membongkar carrier Langen dan Fani dengan cepat. Dua menit, pembongkaran selesai. Seluruh peralatan telah ditukar dengan gumpalan kertas koran yang terbungkus tas plastik hitam. Hanya disisakan sedikit ransum makanan dan beberapa potong pakaian.

Satu-satunya perlengkapan berat yang mau tidak mau harus tetap dibawa oleh kedua cewek itu adalah air. Iwan tidak berani mengurangi karena dia yakin, Rei cs akan membiarkan kedua cewek ini lemas kehausan, kalau itu bisa membuat mereka keluar sebagai pemenang.
Langen dan Fani mengenakan kembali carrier masing-masing, lalu berjalan mondar-mandir.
''Gimana? Masih berat?'' tanya Yudhi.
''Nggak. Enteng banget malah!'' jawab Langen sambil meringis gembira.
''Tapi jangan sampai lupa pura-pura itu masih berat.''
''Oke, sip! Nggak bakalan!'' Diacungkannya kedua ibu jari.

Mendadak saja Rei cs muncul di ujung jalan. Iwan cs serentak menunduk rendah-rendah di balik sebuah batu. Mereka melemparkan isyarat ''good luck'', lalu dengan tubuh membungkuk lari ke dalam kelebatan hutan. Langen dan Fani berusaha secepatnya menghilangkan ketegangan di wajah mereka.
''Kenapa nggak balik?'' tanya Rei begitu sampai di hadapan kedua lawannya. Kedua matanya menatap Langen tajam-tajam, seperti merasakan sesuatu telah terjadi. Sementara itu Bima dan Rangga menatap ke sekeliling.
''Ngapain, lagi?'' jawab Langen malas. ''Nyape-nyapein aja. Naik, turun, terus naik lagi.''
''Kalo nggak mau balik, bilang aja!''
''Sori deh.''
''Memenuhi panggilan alam sekalian nyolong-nyolong waktu buat istirahat, ya?'' tanya Bima. Sikap lunaknya mulai menghilang. Ditatapnya Fani. ''Iya, Sayang?'' yang ditanya langsung membuang muka sambil cemberut.
''Ngomong terus terang aja kalo butuh istirahat,'' Rangga ikut nimbrung. ''Kami sadar kok kalian cewek. Jadi ada dispensasi.''
''ah, diem lo!'' sergah Fani. ''Yuk, La. Lanjut! Tunjukin ke mereka kalo kita nggak nyolong istirahat!''

Perang gender untuk menunjukkan siapa yang lebih kuat itu dilanjutkan. Langen dan Fani melangkah dengan gagah bak tentara. Tubuh tegak sempurna dan dagu terangkat tinggi-tinggi. Jelas aja, orang berat carrier telah berkurang hampir tiga perempatnya.

Tapi itu hanya bertahan lima belas menit. Jalan yang terus menanjak, langkah yang konstan tanpa istirahat, dan lawan-lawan yang sebenarnya sama sekali bukan tandingan, mulai membuat mereka kembali keteteran. Keduanya berusaha keras agar tenaga yang sudah terkuras dan otot yang sudah lelah tidak sampai membuat tubuh mereka ''melambai-lambai''.

Iwan cs telah memperhitungkan kemungkinan itu, dan menyiapkan pertolongan untuk membantu. Langen dan Fani menemukan secarik kain merah kumal lagi. Terikat di satu ranting pohon yang agak tersembunyi. Isyarat bahwa mereka harus menghentikan perjalanan ini lalu memisahkan diri, karena kira-kira tiga ratus meter dari sini ada sebuah jalan pintas tersembunyi. Di sanalah Iwan cs menunggu untuk memperpendek jarak, mencuri waktu istirahat, dan menghemat energi.

Itu satu-satunya jalan potong kompas. Mepetnya waktu dan sulitnya medan membuat Iwan cs hanya bisa membuka satu jalur. Pertimbangan lain, dua kali adalah jumlah maksimal Langen dan Fani bisa melepaskn diri dari ketiga lawan. Benar-benar idiot Rei cs itu, kalau mau melepaskan untuk yang ketiga kali.

Jadi pertemuan nanti adalah pertemuan Iwan cs yang terakhir kali dengan Langen dan Fani. Setelah itu, Iwan dan teman-temannya hanya bisa membantu dari jarak jauh.

Tapi masalah utama yang membuat Iwan menekankan berkali-kali kepada kedua cewek itu agar ''harus bisa memisahkan diri!'' adalah karena, setelah ini, jalan setapak terjal yang menanjak ini akan sampai di sebuah tempat. Dan kontur tempat itu merupakan salah satu penyebab jalur pendakian ini mendapatkan julukan seram. Untuk bisa melewati tempat tersebut, Langen dan Fani tubuh istirahat. Tanpa itu, bisa dipastikan keduanya akan ''tewas''!

Sambil terus menapaki jalan setapak terjal yang terus mendaki, Langen dan Fani berpikir keras, mencari cara untuk melepaskan diri dari Rei cs.

Segerumpul semak yang melintangkan satu rantingya seenaknya ke tengah jalan mendadak memberikan Langen sebuah gagasan. Diam-diam ditahannya ranting itu. Begitu target korbannya___siapa pun dia___telah berada di tempat yang tepat, langsung dia lepaskan ranting itu. Sedetik kemudian......
''AAKH!!!''

Sang ranting menunaikan tugasnya dengan gemilang. Disabetnya muka Rangga tanpa ampun. Cowok itu terhuyung dengan kedua tangan menutupi muka rapat-tapat. Seketika Bima melompat ke belakangnya, menahan tubuh Rangga agar tidak jatuh.
''Langen! Kalo ada apa-apa di depan, bilang dong!'' bentak Rei. Langen langsung menampilkan ekspresi andalannya, tampang anak kucing tak berdosa.
''Sori deh. Abisnya gue kirain dia ngeliat juga.''

Rei mendengus lalu balik badan. Mendekati Bima yang sedang berusaha melepaskan kedua tangan Rangga yang masih menutupi muka.
''Coba liat, Ga.''
''Nanti dulu! Nanti dulu!'' Rangga menepiskan tangan Bima. Sambil mendesah menahan sakit, pelan-pelan dia lepaskan kedua tangannya. Semuanya menahan napas karena tegang. Termasuk sang pelaku. Sebelah kanan muka Rangga benar-benar merah. Mata kanannya menutup rapat-rapat. Bima lalu memeriksanya dengan teliti. Rei memerhatikan di sebelahnya. Melihat itu, Langen jadi cemas dan berdoa tanpa sadar, semoga perbuatannya tadi tidak benar-benar mencelakakan.
''Nggak ada luka,'' kata Bima. Semuanya menarik napas lega.
''Gila, sakit banget!'' desah Rangga.
''Ya jelaslah.''
''Istirahat dulu deh. Sekalian masak. Gue mulai laper,'' ucap Rei sambil memandang berkeliling, mencari tempat datar.

Bersama Bima, dibentangkannya dua lembar ponco lalu dikeluarkannya peralatan masak dari dalam carrier. Tiba-tiba Bima menoleh dan mengatakan sesuatu yang membuat tubuh Langen dan Fani seketika menegang.
''Logistik lo berdua dulu yang dimasak. Biar berkurang bebannya.''

Gawat!
Langen panik memikirkan jawaban, tapi Fani dengan santai bilang, ''Alasan aja lo, bilang biar beban kami berkurang. Kami tuh udah tau maksud lo yang sebenarnya. Pasti supaya kami ntar nggak punya persediaan makanan lagi. Dan karena kami nggak mungkin bisa maksa kalian gantian ngasih logistik yang kalian punya, kami terus jadi kelaperan. Dan akhirnya jadi kalah!''
''Betul! Betul!'' tandas Langen langsung. ''Betul, Fan! Gue juga udah ngira, pasti gitu niat mereka. Bikin kita kelaperan!''

Bima ternganga.
''Nggak apa-apa kalo nggak boleh. Tapi jangan bikin tuduhan yang kelewatan!'' katanya tajam. Kemudian diraihnya carriernya sendiri.

Sementara Rei dan Bima memasak, Rangga tidur-tiduran sambil menetesi matanya dengan obat tetes. Langen dan Fani berpikir keras mencari cara untuk melarikan diri. Cara itu berhasil ditemukan tepat saat dua piring mi daging cincang diletakkan Bima di hadapan mereka.

Keduanya berusaha keras menahan diri untuk tidak melahap makanan menggiurkan itu. Aroma daging cincang berbumbu mengepul pekat dan tanpa henti, membuat seluruh saraf lapar jadi berdemontrasi gila-gilaan.

Keduanya diam-diam saling lirik di saat ketiga cowok di depan mereka mulai menikmati isi piring masing-masing, sambil membicarakan seseorang yang sepertinya salah satu dosen mereka. Langen mengangguk samar. Serentak dia dan Fani meletakkan piring masing-masing yang cuma berkurang tak lebih dari dua sendok, lalu berdiri.
''Minya nggak enak!'' kata Langen dengan tampang malas. ''Kali dipaksain dimakan, pasti bikin sakit perut!''
Seketika Rei cs berhenti ngobrol dan mengunyah. Tiga pasang mata kini menatap Langen lurus-lurus.
''Bilang apa tadi?'' tanya Bima tajam.
''Mi masakan lo nggak enak!'' ulang Langen nekat. ''Pasti ntar bikin diare! Jadi sori aja....'' disambarnya carriernya, yang langsung diikuti Fani, dan menaruhnya di punggung dengan cepat. ''Kami cabut duluan, oke? Met makan! Bye!''
Keduanya segera balik badan dan pergi tanpa menunggu jawaban.
''HEI!!!'' Rei dan Bima berteriak bersamaan.
''FANI!? FANIII!!!'' teriak Bima menggelegar.
Tapi teriakan Bima tidak diacuhkan. Kedua cewek itu tetap meneruskan langkah dan akhirnya hilang ditelan rimbunnya pepohonan. Rei, Bima, dan Rangga terperangah. Sesaat ketiganya hanya bisa terdiam. Bima yang pertama tersadar.
''Cepet beresin!'' desisnya geram. ''Pasti ada apa-apa di depan!''

Masing-masing cowok itu lalu menyuapkan dua sendok munjung mi sekaligus. Sisa di piring terpaksa dibuang. Sambil mengunyah, mereka berkemas dengan cepat. Peralatan makan dan masak dimasukkan ke kantong terpal masing-masing, meskipun masih dalam keadaan panas dan kotor, lalu didesakkan ke dalam carrier. Mi instan, minuman-minuman sachet, dan semua logistik yang berserakan di salah satu sisi ponco, dimasukkan ke satu kantong plastik lain berikut sampah-sampahnya. Plastik itu juga dijejalkan ke dalam carrier, menyusul ponco yang dilipat sekenanya. Setelah menyambar sepatu masing-masing dan memakainya dengan cepat, langsung mereka kejar kedua lawan mereka yang melarikan diri itu.



continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar