Ya, ampuun! Langen ini! Fani berlari ke lemari dan memutar kunci. Begitu pintu terbuka, Langen langsung terjatuh keluar.
''Elo diem kenapa sih, La? Nyokap gue udah pulang tuh!''
''Eh? Apa?'' Langen mengerjap-ngerjapkan mata telernya yang silau terkena sinar lampu.
''Bokap-nyokap gue udah pulang. Jadi elo jangan berisik. Lo mau kita diomelin? Ntar kalo nyokap gue tau, pasti dia bakalan langsung lapor ke nyokap lo. Buntutnya kita jadi kena dimarahin dua kali, tau!''
''Oh, iya. Iya.'' Langen mengangguk-angguk. Entah benar-benar paham atau tidak.
''Makanya diem, ya? Sst!'' Fani menempelan telunjuknya di bibir. ''Gue tutup lagi pintunya, ya?''
Pas! Baru saja pintu lemari dikunci, Fani balik badan dengan kaget karena ibunya berteriak di pintu.
''APA-APAAN SIH INI!? MALEM-MALEM BEGINI NYETEL MUSIK KENCENG-KENCENG BEGITU!!!''
Fani buru-buru berlari ke sudut ruangan dan mematikan CD player-nya sambil harap-harap cemas, semoga Langen benar-benar bisa diajak kerja sama.
''Maaf, Ma! Maaf! Maaf! Abis kepala Fani lagi pusing banget nih.''
''Masa kepala pusing malah nyetel musik kenceng-kenceng begitu? Trus ini kamar baunya kok begini?'' Mama Fani melangkah masuk sambil mengerutkan kening dan mengendus-endus.
''Eh....itu, Nyah. Non Fani tadi lagi Ijah pijitin,'' jelas Ijah buru-buru.
''Masa sampai begini baunya?''
''Oh, itu. Tadi minyak kayu putihnya Ijah campurin minyak goreng, Nyah. Biar mijitnya gampang. Kan kalo tukang pijet juga begitu. Suka dicampurin minyak goreng.''
''Iya. Tapi minyak yang bersih, Jah. Ini minyak apa yang kamu pake? Jangan-jangan bekas ngegoreng ayam.'' Wanita itu menoleh ke anak tunggalnya dengan pandang khawatir. ''Kenapa kamu, Fan? Masuk angin?''
''He-eh!'' Fani mengangguk cepat-cepat.
''Makanya jangan suka nahan-nahan makan. Itu Mama bawain empek-empek.''
''EMPEK-EMPEK!?'' jerit Fani seketika. ''Jah, empek-empek, Jah! Empek-empek!'' diguncang-guncangnya tangan Ijah. ''Yuk! Makan empek-empek yuk!''
Cewek itu berlari ke luar kamar. Mamanya jadu mengerutkan kening melihat reaksi anaknya yang menurutnya agak berlebihan itu.
''Kamu nggak mau, Jah? Masih anget lho,'' tanya mama Fani ke pembantunya yang tidak beranjak itu. Ijah langsung geleng kepala.
''Ntar aja, Nyah. Saya mau beresin kamar Non Fani dulu.''
Sang nyonya rumah keluar kamar sambil mengangguk puas, mengira pembantunya itu rajin sekali. Setelah menunggu selama beberapa menit sambil bertiarap di lantai, mengintip dari anak tangga teratas dan yakin suasananya sudah benar-benar aman, Ijah buru-buru membuka pintu lemari. Langen langsung terjatuh keluar dan menggeletak di lantai.
''Mbak Langen. Mbak,'' panggil Ijah pelan. Diguncan-guncangnya badan Langen. Tapi tidak ada reaksi. ''Yeee, tidur sih!''
Terpaksa Ijah membiarkan Langen menggeletak di lantai, karena tidak kuat mengangkatnya ke tempat tidur.
Sementara itu Fani sedang asyik menyantap empek-empek. Dari luar sih dia kelihatannya asyik-asyik aja, padahal dalam hati asli deg-degan! Tiba-tiba telepon berdering. Langsung cewek itu melompat bangun. Pasti Rei!
''Halo?''
''Halo! Fan, Langen ada di situ?''
''Nggak. Kenapa?'' jawab Fani datar. Rei merasa napasnya nyaris putus mendengar jawaban itu.
''Nggak. Nggak apa-apa. Dia nggak nelepon?''
''Nggak tuh. Kenapa sih?''
''Nggak. Nggak apa-apa. Tadi kenapa sih HP lo nggak aktif?''
''Yee, suka-suka gue dong. HP HP gue. Lo telepon aja ke HP Langen.''
''Tadi dia pergi nggak bawa HP,'' ucap Rei pelan. Fani tersenyum tipis. Dia tahu itu, karena dia yang kasih saran begitu. ''Ya udah. Thanks. Sori, gue udah ganggu elo!''
''Nggak apa-apa.''
Di seberang, Rei menutup telepon. Seketika tubuhnya melunglai.
''Siapa sih malem-malem begini nelepon? Udah hampir jam dua belas begini,'' mama Fani bertanya dengan ekspresi wajah tidak suka.
''Langen, Ma. Dia kan emang suka gitu. Kalo nelepon ke sini mana mau peduli waktu. Kalo dia masih melek, dianggapnya Fani pasti masih melek juga.''
Sang mama tidak jadi curiga gara-gara keterangan itu.
''Coba tadi kamu suruh dia ke sini. Besok, gitu. Soalnya Mama juga beli empek-empek yang masih mentah.''
''Oh, gampang itu, Ma. Besok Fani telepon dia!'' Fani menjawab sambil meringis. Tidak usah besok siang, sekarang saja tuh anak sudah ada di sini!
Alhasil malam itu kedua orangtua Fani tidak tahu ada cewek teler menginap di kamar anak mereka.
''Elo diem kenapa sih, La? Nyokap gue udah pulang tuh!''
''Eh? Apa?'' Langen mengerjap-ngerjapkan mata telernya yang silau terkena sinar lampu.
''Bokap-nyokap gue udah pulang. Jadi elo jangan berisik. Lo mau kita diomelin? Ntar kalo nyokap gue tau, pasti dia bakalan langsung lapor ke nyokap lo. Buntutnya kita jadi kena dimarahin dua kali, tau!''
''Oh, iya. Iya.'' Langen mengangguk-angguk. Entah benar-benar paham atau tidak.
''Makanya diem, ya? Sst!'' Fani menempelan telunjuknya di bibir. ''Gue tutup lagi pintunya, ya?''
Pas! Baru saja pintu lemari dikunci, Fani balik badan dengan kaget karena ibunya berteriak di pintu.
''APA-APAAN SIH INI!? MALEM-MALEM BEGINI NYETEL MUSIK KENCENG-KENCENG BEGITU!!!''
Fani buru-buru berlari ke sudut ruangan dan mematikan CD player-nya sambil harap-harap cemas, semoga Langen benar-benar bisa diajak kerja sama.
''Maaf, Ma! Maaf! Maaf! Abis kepala Fani lagi pusing banget nih.''
''Masa kepala pusing malah nyetel musik kenceng-kenceng begitu? Trus ini kamar baunya kok begini?'' Mama Fani melangkah masuk sambil mengerutkan kening dan mengendus-endus.
''Eh....itu, Nyah. Non Fani tadi lagi Ijah pijitin,'' jelas Ijah buru-buru.
''Masa sampai begini baunya?''
''Oh, itu. Tadi minyak kayu putihnya Ijah campurin minyak goreng, Nyah. Biar mijitnya gampang. Kan kalo tukang pijet juga begitu. Suka dicampurin minyak goreng.''
''Iya. Tapi minyak yang bersih, Jah. Ini minyak apa yang kamu pake? Jangan-jangan bekas ngegoreng ayam.'' Wanita itu menoleh ke anak tunggalnya dengan pandang khawatir. ''Kenapa kamu, Fan? Masuk angin?''
''He-eh!'' Fani mengangguk cepat-cepat.
''Makanya jangan suka nahan-nahan makan. Itu Mama bawain empek-empek.''
''EMPEK-EMPEK!?'' jerit Fani seketika. ''Jah, empek-empek, Jah! Empek-empek!'' diguncang-guncangnya tangan Ijah. ''Yuk! Makan empek-empek yuk!''
Cewek itu berlari ke luar kamar. Mamanya jadu mengerutkan kening melihat reaksi anaknya yang menurutnya agak berlebihan itu.
''Kamu nggak mau, Jah? Masih anget lho,'' tanya mama Fani ke pembantunya yang tidak beranjak itu. Ijah langsung geleng kepala.
''Ntar aja, Nyah. Saya mau beresin kamar Non Fani dulu.''
Sang nyonya rumah keluar kamar sambil mengangguk puas, mengira pembantunya itu rajin sekali. Setelah menunggu selama beberapa menit sambil bertiarap di lantai, mengintip dari anak tangga teratas dan yakin suasananya sudah benar-benar aman, Ijah buru-buru membuka pintu lemari. Langen langsung terjatuh keluar dan menggeletak di lantai.
''Mbak Langen. Mbak,'' panggil Ijah pelan. Diguncan-guncangnya badan Langen. Tapi tidak ada reaksi. ''Yeee, tidur sih!''
Terpaksa Ijah membiarkan Langen menggeletak di lantai, karena tidak kuat mengangkatnya ke tempat tidur.
Sementara itu Fani sedang asyik menyantap empek-empek. Dari luar sih dia kelihatannya asyik-asyik aja, padahal dalam hati asli deg-degan! Tiba-tiba telepon berdering. Langsung cewek itu melompat bangun. Pasti Rei!
''Halo?''
''Halo! Fan, Langen ada di situ?''
''Nggak. Kenapa?'' jawab Fani datar. Rei merasa napasnya nyaris putus mendengar jawaban itu.
''Nggak. Nggak apa-apa. Dia nggak nelepon?''
''Nggak tuh. Kenapa sih?''
''Nggak. Nggak apa-apa. Tadi kenapa sih HP lo nggak aktif?''
''Yee, suka-suka gue dong. HP HP gue. Lo telepon aja ke HP Langen.''
''Tadi dia pergi nggak bawa HP,'' ucap Rei pelan. Fani tersenyum tipis. Dia tahu itu, karena dia yang kasih saran begitu. ''Ya udah. Thanks. Sori, gue udah ganggu elo!''
''Nggak apa-apa.''
Di seberang, Rei menutup telepon. Seketika tubuhnya melunglai.
''Siapa sih malem-malem begini nelepon? Udah hampir jam dua belas begini,'' mama Fani bertanya dengan ekspresi wajah tidak suka.
''Langen, Ma. Dia kan emang suka gitu. Kalo nelepon ke sini mana mau peduli waktu. Kalo dia masih melek, dianggapnya Fani pasti masih melek juga.''
Sang mama tidak jadi curiga gara-gara keterangan itu.
''Coba tadi kamu suruh dia ke sini. Besok, gitu. Soalnya Mama juga beli empek-empek yang masih mentah.''
''Oh, gampang itu, Ma. Besok Fani telepon dia!'' Fani menjawab sambil meringis. Tidak usah besok siang, sekarang saja tuh anak sudah ada di sini!
Alhasil malam itu kedua orangtua Fani tidak tahu ada cewek teler menginap di kamar anak mereka.
continue~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar