Sabtu, 15 Maret 2014

Bab 9 part 4 novel cewek!!! by esti kinasih


Rei cs semakin shock melihat pemandangan itu. Rangga tak mampu bicara. Rei menunduk, menutupi mukanya dengan satu tangan. Bima menatap Fani dengan mata setengah menyipit dan bibir setengah terbuka. Sementara Mang Asep dan Teh Neneng sudah sejak tadi menghilang. Mereka masuk gara-gara tidak sanggup menahan tawa.
''Ayo, jagoan! Kita minum, jagoan!''Fani mengangkat botol di depannya tinggi-tinggi.
''Oooooke!'' Langen mengacungkan kedua jempolnya.
''Eh, jangan diabisin! Sisain gue!'' seru Febi.
''Tenang aja, Feb. Tapi ranger kita duluan. Silakan, Ranger!'' Fani menyerahkan botol pada Langen dengan sikap hormat. Langen menerima lalu meneguknya dengan lagak penting.

Rei cs saling pandang. Mereka menganggap sudah saatnya cewek ini disadarkan, karena sudah benar-benar keterlaluan!

''Cukup, La!'' Rei merebut botol itu. Langen dan Fani tersentak dan bergerak bersamaan, merebut kembali botol itu dari tangan Rei dan segera menutupinya sebelum Rei tahu apa isinya, lalu menyentakkan tubuh cowok itu ke belakang keras-keras.
''Jangan macem-macem lo, ya!'' bentak Langen. ''Mundur!''

Rei di dorong sampai membentur Rangga. Bima menggeram marah. Cowok itu bergerak maju dan berusaha merebut botol itu dari tangan Fani. Terjadi ada kekuatan. Saling tarik, saling dorong. Tahu tidak mungkin akan menang, Fani melancarkan jurus barbar. Cara menyerang paling primitif yang akan dilakukan sebagian besar spesies makhluk hidup yang diberi gigi. Digigitnya tangan Bima keras-keras.

"AAKH!!!" seketika Bima berteriak keras. Badannya terhuyung mundur dan cekalannya terlepas. Fani buru-buru memasukkan botol itu ke balik baju.

Bima jadi semakin marah. Sambil mengusap bekas gigitan Fani yang tercetak jelas ditangannya, dia menerjang maju. Di luar dugaan, karena kejadian ini diluar skenario, ketiga cewek itu menunjukkan satu koordinasi yang sangat bagus.

Dengan tangan mencengkeram kuat-kuat botol di balik bajunya, Fani mundur ke belakang. Febi langsung bergerak maju, merapatkan diri di sebelah Langen. Berdua mereka membentuk barikade untuk melindungi Fani. Mengumpulkan tenaga dan bersiap-siap. Bima sama sekali tidak menduga ketika empat kepalan tinju kemudian serentak menyambutnya dan menghantam tubuhnya di empat tempat yang berbeda. Dan meskipun baginya itu sama sekali tidak ada artinya, tak urung tubuhnya sempat terdorong mundur beberapa langkah. Membentur meja di dekat pintu dan hampir saja menjatuhkan botol-botol softdrink di atasnya.

Febi yang baru pertama kali ini memukul orang, terbelalak takjub dan langsung bersorak girang. Tak percaya tangan-tangan penarinya ternyata mampu melakukan itu.

''Ayo, kita hajar lagi dia, La!'' serunya penuh semangat.
Medan pertempuran memanas. Rei dan Bima maju bersamaan, dengan rahang mengatup keras karena kemarahan yang ditekan mati-matian. Cuma Rangga yang bergeming. Terpaku beku di tempatnya berdiri. Ini benar-benar mimpi paling buruk yang tidak pernah dia bayangkan.

Febi-nya yang lembut, Febi-nya yang manis, Febi-nya yang begitu sempurna......sekarang jadi rusak parah begini?

Mang Asep yang tahu keadaan telah berubah genting, langsung turun tangan. Dia berdiri menghadang dengan kedua tangan terentang lebar-lebar.

"Jangan! Jangan atuh, Den! Sabar, ya? Sabaaar!''
"Tapi mereka udah kelewatan, Mang! Nggak bisa lagi dibiarin!'' Bima berusaha keras menahan diri untuk tidak menghardik Mang Asep agar enyah dari depannya.
''Iyah. Saya teh sudah tau. Tapi kalo ribut-ribut begini, nanti semua orang kampung teh pada datang. Terus saya dikira jualan minuman keras. Terus warung saya teh ditutup. Terus kumaha (gimana) saya dapat uang untuk makan? Ini saja belum balik modal.''
''Saya janji nggak akan ada keributan, Mang. Biar kami bawa mereka pulang!''

Sebelum Mang Asep sempat membuka mulut, Rei sudah menyingkirkannya dari hadapan. Dia berjalan cepat ke arah Langen yang sedang bersenandung sambil mengocok kartu. Judi akan dilanjutkan. Rei mencabut kartu-kartu itu dari tangan Langen, lalu dengan marah membantingnya hingga jatuh bertebaran di lantai. Diraihnya satu tangan Langen, dicengkeramnya kuat-kuat. Rei berusaha menyeret cewek itu dari situ.


Seketika Langen memberontak. ''Apa-apaan lo!? Lepasin tangan gue! Lepas!''
Tak tak peduli.
Febi rupanya jadi ketagihan nonjok orang. Tadi Bima dan sekarang giliran Rei dapat bagian. Tinju kecilnya menghantam dada kanan Rei diikuti bentakan.
"Lepasin tangan dia, maniak! Sebelom lo gue hajar!"

Rei berdecak. Dicengkeramnya tinju Febi dengan tangannya yang bebas. Dia menoleh ke Rangga. Tapi karena cowok itu masih terpaku seperti tidak sadar diri di tempatnya, terpaksa Febi dioper ke Bima.
"Bim!" seru Rei. Bima segera mengambil alih Febi.
"Eh! Eh! Lepas! Lepas! Tolong!" Febi berontak mati-matian. Dipegangnya tepian meja kuat-kuat. Kedua kakinya menjejak lantai, juga kuat-kuat. Fani jadi panik karena temen terakhirnya tinggal Febi. Dan beberapa detik kemudian temen itu terenggut dari depannya.
"Ga! Cewek lo nih!" seru Bima. Rangga tersadar. Buru-buru ditangkapnya badan Febi yang didorong Bima ke arahnya.

"Elo berani maju selangkah aja, gue lempar pake ini!" ancam Fani. Dia bergerak mundur ke sudut. Satu tangannya memegangi botol di balik baju, sementara tangan yang lain meraih botol bir kosong dari atas meja. Diacungkannya botol bir itu dengan sikap mengancam.
"Lempar aja, mumpung kamu masih punya kesempatan, sayang!'' desis Bima geram. Disingkirkannya meja, penghalang terakhir mereka berdua, dari depannya. Dan sekarang gorila itu berdiri menjulang di hadapan Fani. ''Cepet!'' selagi itu tangan masih bebas!

Fani menelan ludah. Beberapa detik kesempatan yang diberikan Bima, lewat tanpa berani dia gunakan. Dan beberapa saat kemudian dua lengan meraih tubuhnya lalu meleburnya dalam pelukan. Gemas, marah, geram, salut, seribu perasaan membuat Bima memeluk ceweknya itu kuat-kuat. Sampai Fani merasa tulang-tulangnya mau patah. Kemudian Bima menguraikan pelukannya dan bicara dengan nada mengancam.
''Keluarin botolnya, cepet! Kalo kamu nggak mau baju kamu robek!''

Mang Asep dan Teh Neneng sesaat saling pandang lalu berimprovisasi seperti tuntunan skenario. Improvisasi berbahaya karena sikonnya sudah sangat genting. Diam-diam, sehelai kain basah minyak tanah dilemparkan Teh Neneng ke kolong salah satu meja. Mang Asep segera menggulingkan lampu minyak tanah di atasnya, dan seketika..... BLUG! api berkobar!

Mang Asep lalu berteriak dengan histeria yang sangat berlebihan.
"KEBAKARAN! KEBAKARAN!!!''



continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar