Sabtu, 15 Maret 2014

Bab 24 part 3 novel cewek!!! by esti kinasih



Keduanya mematung. Duduk berimpitan di satu jok. Trailer itu masih terproyeksi jelas di mana-mana. Langen yang pertama tersadar. Dia membuka pintu dan langsung melompat turun. Seketika dia muntah habis-habisan. Sementara Fani menyambar botol air dari jok belakang lalu meneguknya banyak-banyak.
''Bagi, Fan,'' pinta Langen lemah. Fani mengulurkan botol itu dan isiya langsung ludes dipakai Langen untuk berkumur dan membasahi muka. Tiba-tiba cewek itu tersentak lalu berlari terhuyung memutari mobil dan berhenti di sisi lain dengan mulut ternganga. Fani bergegas turun dan mengikuti.
''Mati deh gue,'' desis Langen dengan suara serak. ''Mas Radit udah ngancem, kalo sekali lagi gue bikin nih mobil masuk bengkel, gue nggak bakal dikasih make lagi. Disuruh naek bus atau jalan kaki ke kampus.''
Fani menepuk-nepuk bahu sahabatnya, menenangkan.
''Ntar gue bawa nih mobil. Lo pulang pake taksi aja. Kalo ditanya, bilang aja gue pinjem. Soal bengkel, urusan gue. Pokoknya gue anter ke rumah lo dalam kondisi mulus. Jadi Mas Radit, Mas Bagas, dan kakak-kakak lo yang laen, termasuk bokap-nyokap lo, nggak bakal tau!''
''Parah gini, Fan. Tabungan lo bisa kering.''
''Gampang itu sih. Ntar gue tinggal nyari alasan apa kek, ke bokap-nyokap gue.''

Tiba-tiba terdengar suara ranting patah dan semak-semak tersibak. Bima. Jeep Canvas-nya menerabas semak dan ilalang lebat lalu berhenti tepat di belakang Kijang. Cowok itu langsung melompat turun. Sendirian.
''Sori, La. Gue nggak.....''
PLAK!!!
Belum lagi selesai bicara, Bima keburu ditampar Fani. Kemarahan yang sudah menumpuk membuat cewek itu mengerahkan seluruh tenaga saat melakukannya.

Bima tertegun. Dipeganginya pipinya yang terkena telapak tangan. Ini pertama kalinya dia digampar orang. Cewek, lagi. Ceweknya sendiri pula. Tapi dia sadar, apa yang dilakukannya tadi memang benar-benar di luar batas.
''Maaf,'' ucapnya dengan nada sungguh-sungguh. Ditatapnya Langen dan Fani bergantian. Kedua cewek itu balas menatap dengan keinginan untuk mencincang! Bima menarik napas lalu berkata pelan, ''Gue ngajak begitu karena gue liat lo suka ngebut.''
''Bukan alasan!'' bentak Fani.
''Kalo lo tetep ada di belakang gue, nggak akan ada masalah, La. Udah gue perhitungkan jaraknya.''
''Justru kalo lo tetep ada di depan tuh trailer, baru akan selesai semua masalah!'' lagi-lagi Fani yang menjawab. Tatapan Bima beralih padanya.
''Sori, Fan,'' ucapnya sungguh-sungguh.
Terdengar suara langkah berlari menyeruak semak. Ketiganya menoleh. Rangga berlari mendekat dengan wajah sangat cemas dan langsung menghampiri Langen dan Fani.
''Kalian nggak apa-apa?'' tanyanya. Pertanyaannya tidak dijawab. Dua orang di depannya cuma menatap dingin. Rangga menghela napas. ''Itu tadi ide gue. Gue minta maaf.''
''Nggak peduli itu lo ide lo apa dia. Yang jelas, gue sama Langen hampir mati!'' bentak Fani.

Rangga sudah membuka mulut, tapi mendadak batal bicara. Dia balik badan dan menghampiri Bima dengan langkah terburu. Keduanya lalu bicara dengan suara pelan. Sambil sesekali menengok ke belakang, ke arah jalan raya. Avanza yang tadi berbenturan dengan Kijang Langen, terparkir di pinggir jalan. Pengemudinya sedang mengamati seberapa serius kerusakannya. Di tangan kanannya tergenggam selembar kertas.

Sedangkan pengemudi Opel baru saja menutup pintu di sebelahnya. Tangan kirinya juga memegang selembar kertas, yang langsung dia serahkan ke orang di sebelahnya. Sedangkan monster trailer itu sudah tidak terlihat. Kerumunan orang yang menyemut saat adegan ala film action tadi terjadi, juga telah membubarkan diri.

Bima mengangguk-angguk lalu melangkah mendekati bagian badan Kijang yang rusak. Rangga mengikuti. Keduanya lalu mengamati kerusakan itu. Tapi baru saja Bima menoleh dan menatap Langen, Fani sudah mendahului dengan nada tandas.
''Ini mobil urusan gue! Jangan harap gue biarin lo ngurangin rasa bersalah. Apalagi cuma dengan bayarin ongkos bengkel!''

Bima menarik napas panjang dan menatap kedua cewek itu dengan pandang lurus.
''Gue bener-bener minta maaf.''
''Heh!'' Fani kontan buang muka. ''Naek, La. Cuekin aja tuh orang!''
Seketika tangan Bima terulur, menahan langkah Langen.
''Biar gue yang bawa.''
Langen berusaha mengenyahkan tangan Bima yang menggenggam lengannya, tapi tidak berhasil. Bima tidak mau melepaskan cekalannya.
''Nggak usah! Gue punya sopir pribadi! Lepas!''
Bima tetap tidak melepaskan cekalannya. Cowok itu benar-benar merasa bersalah dan cemas melihat wajah-wajah putih pucat itu.
''Yeee, dasar bekantan!'' desis Fani. ''Denger nggak sih lo, disuruh lepas!?''
''Biar gue yang bawa!'' ulang Bima, dengan nada memohon tapi tegas.
Fani berdecak jengkel.
''Disuruh lepas juga!'' dengan kasar dilepaskannya genggaman Bima di lengan Langen. Lalu dia sentakkan tubuh tinggi besar Bima kuat-kuat, sampai terdorong mundur beberapa langkah. ''Minggir lo! Sana! Naek, La!'' Langen bergegas naik. Fani langsung menyusul. Ditutupnya pintu dengan bantingan keras. Kemudian sambil memutar kunci, Fani menatap Bima tajam-tajam. ''Dia nggak bisa, masih ada gue! Sekarang cepet jalan! Nggak udah banyak omong lagi!''

Mulut Bima sudah terbuka, tapi Rangga menepuk pelan bahunya lalu menggelengkan kepala. Terpaksa Bima balik badan lalu melangkah pelan menuju Jeep Canvas-nya. Kedua mobil itu kemudian beriringan pergi, menyusuri jalan raya dengan kecepatan yang menurun dratis. Bima bukan saja tidak ingin meneruskan aksi gilanya lagi, tapi dia juga mencemaskan kondisi Langen dan Fani.

Mereka sampai di lokasi. Rei langsung berdiri menyambut. Sisi Kijang Langen yang rusak parah menghadap ke arah lain. Arah yang tidak terlihat oleh Rei, hingga cowok itu tidak tahu apa yang telah terjadi, apa yang telah dialami Langen dan Fani.

Melihat wajah-wajah sangat pucat itu dia mengira sebagian besar kepercayaan diri dan spirit lawan telah tergerogoti. Dengan mata menyipit dan senyum dingin, disambutnya kedatangan musuh-musuhnya dengan keyakinan sepertinya perang ini akan segera berakhir tidak lama begitu ia dimulai!
Well, dirinya turut iba dan prihatin. Sayangnya, dia perlu pengakuan yang benar-benar riil!

***

Sikap Bima melunak setelah peristiwa yang nyaris fatal itu. Dia keluar dari rencana yang telah disusun.
''Isi perut dulu, Rei.''
Kening Rei kontan berkerut. Itu tidak ada dalam rencana mereka. Jadwalnya adalah, pendakian langsung dimulai begitu mereka tiba di lokasi. Tidak ada waktu yang akan dibuang sebelum semuanya benar-benar jelas. Dan selesai tuntas!
''Mereka pasti udah sarapan dari rumah. Dan sekarang belom waktunya makan siang.''
Bima menjawab dengan volume suara diperkecil.
''Yang kita lawan cewek. Ini saja kalo sampe ada yang tau, udah menghancurkan reputasi. Apalagi cewek yang fisiknya nggak bener-bener siap. Kalo anak-anak Maranon sampe denger, kita bisa diseret ke rumah sakit. Dipaksa operasi ganti kelamin!''
''Kemaren-kemaren lo nggak ada kompromi sama sekali?''
''Hati nurani mulai bicara!''

Rei tidak tahu maksud kalimat Bima itu adalah, gorila itu menyesal telah menguji Langen dan Fani dengan cara di luar batas. Dan karena Langen adalah mantan pacar sobatnnya yang amat sangat diharapkan bisa diraih kembali, itu membuatnya tidak bisa memeluk Langen lalu menciumnya untuk menyatakan dia sungguh-sungguh menyesal. Meskipun tetap ingin melihat kejatuhan lawan, Bima tidak lagi bersikeras itu harus terjadi sekarang. Akan ditunggunya di mana pun kejatuhan itu terjadi. Dengan sabar. Karena dia tetap yakin, Langen dan Fani tidak akan sampai seperempat perjalanan!
''Mereka pucat bukan karena laper, Bim. Mereka takut, tapi nggak bisa mundur!'' tegas Rei dengan suara pelan. Bima berlagak tidak mendengar. Dihampirinya Langen dan Fani.
''Kita makan dulu,'' ajaknya, lalu berjalan ke arah salah satu warung.

Rei berjalan paling belakang. Dengan lipatan kening yang nyaris serapat kain wiron. Rangga yang berjalan bersamanya memilih tidak memberitahu apa penyebab perubahan Bima.
''Jangan makan terlalu banyak. Nanti lo berdua malah nggak kuat jalan.'' Bima mengingatkan saat mereka telah memasuki warung dan kedua cewek yang menjadi lawannya memilih tempat terjauh.

Langen dan Fani yang tidak tahu bahwa Bima sedang terserang virus langka yaitu penyesalan menatap cowok itu seakan-akan seekor serigala yang sedang memaksakan diri bertampang domba.
''Kita akan jalan begitu lo berdua udah bener-bener siap,'' sambung Bima. Rei menggebrak meja dengan berang.
''Kita langsung jalan begitu lo berdua selesai makan!'' tandasnya. Kemudian dihampirinya Bima. ''Ada apa sih lo?'' desisnya pelan. Bima tidak menjawab.

Setelah peristiwa yang membuat shock mental dan fisik itu, Langen dan Fani sebenarnya sangat butuh istirahat, meskipun hanya sesaat. Tubuh mereka masih setengah melayang dan kaki rasanya tidak berpijak dengan benar. Tapi kendali sepertinya telah berpindah tangan. Bima tidak lagi dominan.

Akhirnya kedua cewek itu menyingkirkan piring masing-masing, tanpa satu sendok pun yang masuk mulut. Soalnya Rei terus menatap ke arah mereka tajam-tajam. Sepertinya makan adalah satu tindakan mencuri start, yang terpaksa tidak dapat diprotes karena hukum memperbolehkan. Keduanya lalu memilih memesan segelas bandrek, dan menikmatinya dengan sepotong besar pisang goreng yang masih hangat.

Begitu potongan pisang terakhir habis tertelan dan sisa bandrek dalam gelas telah berpindah ke dalam lambung lawan-lawannya, Rei langsung bangkit berdiri.
''Kita berangkat.....sekarang!''

continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar