Sabtu, 15 Maret 2014

Bab 14 part 1 novel cewek!!! by esti kinasih


''Pasti Rei udah nunggu di depan pintu kelas deh, La.''
Itu bagian elo. Pokoknya untuk saat ini gue nggak mau ngomong sama dia! Nggak mau dia ada di deket-deket gue! Kalo bisa malah gue nggak ngeliat dia! Understand?'' Langen menatap Fani, yang langsung mengangguk sigap.
''Oke, laksanakan!''

Benar saja. Di dekat pintu kelas mereka, Rei sudah berdiri menunggu. Dia langsung bergegas menyambut begitu kedua cewek itu muncul.
''La....''
''Apa!?'' bentak Fani. Ditariknya Langen ke belakang punggungnya. ''Ngapain lo di sini!?''
''Fan, gue mau ngomong sama Langen.''
''Udah nggak ada lagi yang harus lo omongin sama dia! Udah bubaran, juga!''
''Fan....tolong!''
''Elo budek, ya? Dia udah nggak mau lagi sama elo, tau! Nih gue perjelas....'' Fani berkacak pinggang dan menatap Rei tajam-tajam. ''Langen udah nggak mau ngomong lagi sama elo! Titik! Pahan!? Buang-buang waktu aja! Sekarang minggir!''
''Tolong jangan paksa gue, Fan!'' Kesepuluh jari Rei mengepal.
''Oh! Lo mau maen kasaaar?'' Fani ikut mengepalkan tinju. ''Ayo! Gue nggak takut! Pukul gue, berarti lo.....banci!!!''

Di belakang punggung Fani, Langen kontan memalingkan muka, menahan senyum. Kesabaran Rei akhirnya habis. Masa bodo mau dibilang apa. Banci kek. Wadam. Waria. Persetan! Cowok itu mengulurkan kedua tangannya lalu mencekal bahu Fani kiri-kanan. Tapi baru saja akan disingkirkannya cewek itu dari depan Langen, dosen datang. Langsung dia lepaskan lagi cekalannya.
''Pagi, Pak....'' Ketiganya mengangguk bersamaan.
''Pagi. Kenapa masih di luar? Ayo, cepat masuk.''

Dosen itu melangkah menuju pintu kelas. Langen buru-buru mengekor di belakangnya. Di sampingnya, persis bodyguard, Fani merentangkan kedua tangan lebar-lebar untuk mematahkan usaha Rei mendekati Langen di detik-detik terakhir selagi kesempatan masih ada. Di pintu kelas Fani berhenti. Tetap dengan kedua tangan terentang lebar-lebar.

''Jangan maksa ikutan masuk lo! Berani nekat, ntar gue kasih tau dosen kalo elo anak fakultas laen!''
''Fan....!'' Rei menggeram marah, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
''Oh ya. Satu lagi!'' Fani membuka lagi pintu yang sudah ditutupnya setengah. Ditatapnya Rei tajam-tajam. ''Tiada maaf bagimu!''

***

Waktu telah lewat jauh dari jam dua belas malam. Fani masih duduk terdiam sambil memeluk guling. Sementara di sebelahnya, Langen sudah dari tadi tergolek tak sadarkan diri. Tidur. Yang jadi pikirannya sekarang bukan lagi soal berakhirnya hubungan sahabatnya itu dengan Rei. Justru dirinya sendiri. Berarti hubungannya dengan Bima juga harus selesai.

Masalahnya, tidak lucu dong kalau dia tetap ada di antara Rei cs dan Febi, tanpa Langen. Soalnya yang membuat mereka berdua masuk ke kehidupan keempat orang itu dulu adalah karena Langen jadian dengan Rei. Lalu dirinya ketiban pulung. Terpaksa jadi ceweknya Bima, daripada tidak panjang umur. Jadi kalau sekarang Langen keluar, itu artinya dirinya juga harus hengkang, karena tidak ada alasan lagi untuk tetap tinggal.

''Lo kayak nggak tau Bima aja. Dia kan pembuat keputusan tunggal! Dia bilang nggak, lo bisa apa?'' itu ucapan Langen tadi, saat Fani mengutarakan rencananya untuk minta putus dari Bima.
''Ya harus bisa! Pokoknya harus bisa! Harus bisa! Harus bisa!''
''Ya dicoba aja.''
Fani menarik napas panjang-panjang tanpa sadar. Iya juga sih. Minta putus sama Bima itu benar-benar asli nekat. Tapi biar gimana.....
Dipukulnya guling keras-keras.
Harus bisa! HARUS!!!

***

Fani ternyata nekat melaksanakan niatnya itu. Cewek itu benar-benar cari mati. Setelah menunggu sampai keadaan sekitar benar-benar sepi, siang-siang dicegatnya Bima di luar pintu ruang senat fakultasnya.
''Lho, tumben?'' Bima berseru kaget. Benar-benar surprise. Ini pertama kalinya Fani lebih dulu mencarinya. Biasanya juga kabur melulu.
''Ada perlu!'' jawab Fani ketus. Belum-belum sudah ketakutan.
''Oh, ya? Apa, sayang?'' Bima menatapnya lembut.
Fani tidak langsung menjawab. Dalam hati dia menghitung dulu seperti atlet yang akan start balap lari. Satu....dua....tiga!
''Aku mau ngomong! Mulai sekarang....'' Fani terdiam lagi.
''Mulai sekarang kenapa?''
Fani tidak langsung menjawab lagi. Menghitung lagi dalam hati. Satu....dua....tiga!
''Kita putus!!!''

Fani balik badan dan langsung terbirit-birit melarikan diri. Bima terperangah sesaat, lalu tertawa geli. Cowok itu bergerak mundur ke ambang pintu.
''Yas!'' teriaknya sambil melempar ransel. Andreas berbali kaget dan buru-buru menangkap tas yang dilempar Bima tepat ke arahnya itu. ''Titip!'' kemudian Bima langsung mengejar ceweknya yang melarikan diri setelah minta cerai mendadak itu. Dan buat cowok yang hobi banget joging itu, jelas saja itu seperti mengejar kura-kura. Lagian Fani juga bego sih. Bukannya pemanasan dulu. Lari keliling Senayan sepuluh kali selama satu minggu gitu, baru nekat!

Makanya Fani kaget banget, ternyata dengan gampangnya dia bisa terkejar. Padahal dirinya sudah terbirit-birit dengan mengerahkan seluruh cadangan tenaga dalam. Tapi satu tangan tiba-tiba saja meraih pinggangnya dari arah belakang. Tubuhnya kemudian dibalik lalu didorong ke tembok. Dan sekarang......dia terkurung rapat dalam rentangan dua tangan!

''Tolong kalo ngomong jangan sambil lari, ya?'' Bima menepuk pipi di depannya pelan. ''Bilang apa tadi?''
''Yang mana....?'' Fani langsung jadi gugup.
''Yang di depan ruang senat tadi.''
''Aku nggak ngomong apa-apa kok.''
Bima tersenyum lembut.
''Yang kamu ucapin tadi emang kata-kata yang butuh keberanian. Dan aku salut sama kamu udah berani ngomong.'' sepasang mata Bima kini ikut menyorot lembut. Dia melepaskan rentangan kedua tangannya yang mengurung Fani, lalu memeluk tubuh sang kekasih erat-erat. Tidak peduli dengan suasana kampus yang penuh mahasiswa yang berlalu-lalang.

Fani malu abis. Dia menunduk dalam-dalam, tapi Bima langsung menengadahkan mukanya. ''Tadi itu emang pembicaraan yang sangat sensitif. Dan seperti yang udah aku bilang, butuh keberanian. Makanya aku maklum kalo kamu nggak berani ngomong dua kali. Tapi aku sempet denger kok.''



continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar