Sabtu, 15 Maret 2014

Bab 25 part 1 novel cewek!!! by esti kinasih


Di depan base camp, yang merupakan garis start imanjiner, satu tanjakan terjal langsung menyambut!
Meskipun Iwan telah memberikan gambaran yang sangat rinci mengenai kontur medan yang akan ditempuh nanti, saat melihatnya kontur tak urung Langen dan Fani terperangah. Tapi sedetik kemudian mereka buru-buru menghilangkan ekspresi itu.

Tanjakn terjal itu membentuk sudut nyaris empat puluh lima derajat, seakan berteriak mengejek ke arah kedua cewek itu. ''Kalah! Kalah! Kalah!''

Langen bahkan berhalusinasi melihat tulisan di punggung terjalnya! ''Ahli mematahkan tulang! Membuat para pendaki amatir pulang dalam keadaan cacat!''
''Siap?'' tanya Rei, langsung ke panglima perang lawan. Langen seketika menjawab dengan sikap seolah-olah dia dan Fani sudah berjamur karena terlalu lama menunggu perang dimulai.
''Menurut lo, apa tujuan gue sampe ke sini?''
Jawaban Langen itu langsung membuat Rei menatap Bima dengan kedua alis terangkat tinggi-tinggi.
''Oke, kalo gitu. Jalan!'' perintahnya dengan nada sedikit geram.

Olahraga berminggu-minggu dengan porsi menyamai atlet nasional yang akan diberangkatkan ke Olimpiade, salah satunya adalah untuk momen ini. Tiga puluh menit harus dilalui Langen dan Fani___menapaki tanjakan terjal dengan carrier bervolume seperti yang seharusnya dalam pendakian___dengan kondisi tanpa bantuan. Kondisi tambahan, separuh tenaga telah terbuang dalam aksi kebut-kebutan yang nyaris menjemput ajal.

Begitu kelima orang itu bergerak, Iwan dan Theo, yang terus mengawasi tajam-tajam dari satu tempat tersembunyi di ketinggian, juga langsung bergerak. Mereka kembali ke tempat Febi dan ketiha kawan mereka yang lain, yang saat ini sedang menunggu di titik tempat mereka akan bertemu Langen dan Fani untuk memberikan bantuan pertama. Tiga puluh menit dari sekarang.
''Mereka udah jalan!'' kata Iwan begitu sampai.
Rizal dan Febi langsung bersiap-siap. Sesuai dengan rencana yang telah disusun, Febi memang akan selalu di posisi paling depan. Diberangkatkan lebih dulu. Iwan tidak ingin Febi ada saat dia sedang direpotkan dengan dua cewek yang lain. Selain tambah merepotkan, juga akan menghambat kalau mendadak mereka harus bergerak cepat.

Alasan lain, Febi memang akan dimunculkan di akhir acara, setelah Langen dan Fani menyelesaikan (dengan harapan berhasil menang) perang terbuka ini. Doorprize spesial untuk cowoknya, Rangga.

Iwan dan ketiga temannya menunggu tegang. Sebentar-sebentar melirik jam dipergelangan tangan. Sementara itu di tempat lain, di antara tiga anggota Maranon berbadab besar, yang menapaki setiap jengkal dengan begitu gampang, Langen dan Fani berjuang keras. Kedua tangan dan kaki mereka berkoordinasi untuk menopang badan. Di tempat-tempat tanpa ada dahan atau batang pohon yang bisa digapai, menjadi tugas kedua kaki untuk menahan badan plus carrier yang menempel di punggung.

Wajib militer yang diterapkan Iwan benar-benar berguna. Tanjakan itu berhasil diselesaikan Langen dan Fani dengan mudah dan sesuai target waktu ketiga lawan. Tapi Rei cs sama sekali tidak terkesan, karena ini baru permulaan. Cadangan tenaga masih full tersimpan.
''Boleh juga,'' komentar Rei pendek. Kedua cewek di depannya merenspons dengan sikap seolah-olah pujian itu tidak berarti sama sekali. Sementara Bima cuma menatap keduanya tanpa bicara.
Setelah mengistirahatkan tubuh di jalan datar sepanjang kurang-lebih 150 meter, tanjakan kedua menyambut. Lebih terjal dan lebih tinggi.

Kali ini mulai terasa berat. Otot-otot di seluruh tubuh terutama kaki, tangan, dan bahu, mulai terasa seperti ditarik paksa. Setiap langkah membuat carrier di punggung terasa bertambah berat satu kilogram. Kepala juga mulai terasa seperti ditusuki jarum yang terus bertambah satu di setiap langkah.

Mati-matian Langen dan Fani menutupi kenyataan bahwa setiap bagian dari tubuh mereka mulai berteriak agar perjalanan itu dihentikan. Keduanya saling melindungi. Saat Fani tidak sanggup lagi menahan kelelahan dan ekspresi itu terlihat jelas di mukanya, dengan gaya seperti sedang bercanda, Langen buru-buru menempelkan selembar saputangan basah di muka sahabatnya sebelum ketiga lawan melihatnya.
''Thanks,'' bisik Fani. Ditekannya saputangan itu kuat-kuat ke mukanya. Seketika rasa dingin yang segar mengalir dan memberinya tambahan tenaga.

Tak lama ganti Fani melindungi Langen. Sebuah batu kecil yang tak sengaja terinjak, membuat tubuh Langen kontan jadi limbung. Secepat kilat Fani menangkap dan menutupinya dari pandangan ketiga lawan. Tapi karena tubuhnya sendiri juga mulai kehabisan tenaga, Fani ikut limbung. Kedua terhuyung bersamaan, dan di detik-detik berbahaya itu Fani menjerit ide yang mendadak melintas di kepalanya.
''Aaaa! Awas, La! Ada ulet bulu di tangan lo!''
Dengan gaya jijik, cewek itu mengambil ulat bulu fiktif di tangan Langen dengan selembar daun, lalu melemparnya jauh-jauh. Setelah itu, Langen tanpa kentara menggoreskan tangannya ke permukaan kasar sebatang pohon.
''Gue nggak ngeliat ada ulet bulu!'' ucap Rei tajam.

Sambil membantu Langen berdiri, Fani memasang ekspresi seolah-olah dia sangat jengkel.
''Ulet bulu itu kecil. Nggak gede kayak ulet naga! Jadi wajar aja kalo nggak keliatan. Udah gitu warnanya ijo pula. Kalo nggak percaya, cari aja. Tuh! Tadi gue lempar ke situ!'' tunjuknya dengan dagu, ke arah semak-semak.
Rei saling pandang dengan kedua sobatnya.
''Gue juga nggak ngeliat!'' kata Bima. Fani berdecak dan memelototinya.
''Jelas aja lo nggak ngeliat. Langen kan ditempelin ulet bulu. Bukan monyet bulu! Lo mana langsung ngenalin sih, kalo bukan sodara lo sendiri!'' ejeknya. Bima jadi tercengang sementara tawa Rangga meledak.
''Ati-ati ya, Sayang?'' ancam Bima. Fani mencibirkan bibir, pura-pura tidak takut.
''Liat tangan lo,'' perintah Rei. Langen sudah menduga itu akan terjadi. Karena itu terpaksa tadi dia goreskan tangannya ke permukaan sebatang pohon untuk menciptakan efek ''habis terkena ulat bulu'', meskipun sama sekali tidak cocok. Diulurkannya tangannya. Rei mengamati luka goresan itu. ''Betadine, Ga.''
''Nggak usah!'' tolak Langen serta-merta dan menarik tangannya dari genggaman Rei. ''Kalo cuma Betadine doang sih, kami juga punya!''
''Betul!'' Fani langsung merogoh salah satu kantong celana gunungnya. ''Nih!''

Sebelum Fani sempat menyadari, Rei telah menyambar botol Betadine itu bersamaan dengan tangan kirinya yang meraih tangan Langen yang terluka. Tidak dilepaskannya genggamannya walapun Langen memberontak. Hanya dalam waktu sepuluh detik, Rei membersihkan luka Langen lalu membubuhkan Betadine di atasnya. Kemudian dia kembalikan botol itu ke Fani.
''Kalo elo yang ngobatin, kita bisa brenti di sini satu jam.'' Diketuk-ketuknya dahi Fani. ''Otak lo transparan!''

Bima dan Rangga kontan ketawa geli. Rei menatap kedua cewek itu lalu berkata tegas, ''Sekarang jalan. Cepet!''
Langen dan Fani saling lirik diam-diam. Kok bisa ketauan sih?

Pendakian dilanjutkan. Untungnya tanjakan terjal itu telah terlewati tiga perempatnya. Tinggal sedikit lagi. Jadi pas dengan tenaga yang juga cuma bisa dikumpulkan sedikit, dalam usaha pencurian waktu istirahat yang gagal tadi. Akhirnya tanjakan terjal itu terlampaui. Tapi tentu saja Rei cs tidak terkesan sama sekali.
''Nggak ada istirahat!'' tandas Rei. ''Gue rasa akan ada ulet bulu lagi di depan!''
Rangga ketawa pelan. Sementara Bima menyeringai dan mengedipkan satu matanya ke arah kedua lawannya. Kedua cewek itu kontan menjerit dalam hati.

Mampus deh!
Tiba-tiba sepasang mata Langen menangkap secarik kain merah kumal terikat di salah satu ranting pohon. Agar tak mengundang kecurigaan, Iwan memang telah mengganti pita merah dengan sobekan kain merah yang agak-agak kumal, supaya terkesan seperti tersangkut di ranting dan bukan diikat.

Langen memberikan isyarat pada Fani. Cewek itu lalu melirik kain itu tanpa kentara dan segera mengerti. Saat ini Iwan cs berada di sekitar sini.
''Boleh kami permisi sebentar?'' tanya Langen.
''Buat apa?'' sambar Rei seketika.
''Mother nature is calling!''
Sesaat Rei bertukar pandang dengan kedua sahabatnya. Kemudian ditatapnya Langen dan Fani dengan senyum kecil.
''Lo berdua nggak bisa cari siasat lain? Yang nggak terlalu gampang dibaca.''
''Ini beneran!'' seru Langen pura-pura jengkel. ''Gue kebelet pipis, tau!''
Kedua alis Rei terangkat.
''Oke,'' katanya akhirnya. ''Tapi inget, lo udah minta izin memenuhi panggilan alam. Jadi nggak ada lagi adegan kena ulet bulu. Jelas?''

Langen melotot kesal dan langsung balik badan. Fani mengikuti. Diiringi tatapan dan senyum geli ketiga lawan mereka, kedua cewek itu bergegas pergi.
''Jangan lama-lama!'' seru Rei.

Langen dan Fani tidak memedulikan teriakan itu. Setelah ketiga cowok itu tidak kelihatan lagi, keduanya langsung celingukan mencari-cari. Memanggil-manggil Iwan dengan suara pelan sambil menyusuri jalan setapak. Melewati tikungan ketiga, Iwan menyambut kedatangan keduanya dengan melompat keluar dari balik semak, disusul ketiga temannya. Seketika Langen dan Fani menarik napas lega.
''Gimana?'' Iwan bertanya cemas.
Karena bukan lagi di depan musuh, kedua cewek itu langsung melepaskan kepura-puraan. Keduanya menurunkan carrier masing-masing, lalu menjatuhkan diri ke tanah sambil mengeluh.
''Lo jauh banget sih jemputnya?'' keluh Langen. Iwan melirik jam tangannya.
''Tiga puluh menit perjalanan kan gue bilang? Ini belom ada dua lima menit malah.'' cowok itu mengerutkan kening melihat kondisi Langen dan Fani. ''Ini cuma sebanding sama tiga kali sore ke Gelora. Masa udah drop gini?''
''Bukan itu masalahnya.''

Langen menceritakan peristiwa Bima memaksanya bermain dengan maut, yang nyaris dimenangkan oleh sang maut. Keempat cowok itu kontan terperangah. Iwan lalu berjongkok dengan satu lutut menyentuh tanah, di depan Langen dan Fani yang duduk meluruskan kaki di tengah jalan setapak. Satu bersandar lemas di kaki Theo, satunya di badan Yudhi.
''Bener!?'' desis Iwan geram. Dua kepala di depannya mengangguk lemah. Kedua rahang Iwan kontan mengeras. ''Bener-bener bajingan tuh orang! Batalin aja ini, La!''
''Jangan!'' tolak Langen seketika.
''Dia udah keluar bates. Cowok model begitu mesti dihajar!''
''Iya, bener!'' Theo mengangguk. Juga Yudhi dan Evan.
''Berarti kita kalah dong?'' ucap Langen pelan.



continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar