Cewek itu menunduk. Mengeluh dalam hati. Kembali menyesali satu sore tiga bulan lalu, saat dunianya serasa kiamat total gara-gara laporan Langen.
"Fan, Bima naksir elo!"
Waktu itu Fani langsung histeris habis-habisan.
"TIDAAAAK!!! Tidak! Tidak mungkin! Tidak mungkin! Lo pasti bohong iya, kan? Lo pasti bercanda kan, La? Nggak beneran, kan? Iya, kan? Iya, kan?"
Langen menatap sahabatnya itu dengan pandang prihatin.
"Sori, Fan. Abis gue mesti gimana dong? Gue kan cuma ngasih tau."
"Aduh! Mati deh gue! Gimana dong! Gue nggak mau jadi ceweknya, La!"
Langen menggigit bibir. Sesaat terpekur diam. Ini memang masalah yang benar-benar rumit. Soalnya, Bima itu sudah terkenal nekat dan pantang ditolak!
"Kalo.....elo terima aja, gimana?" tanya Langen hati-hati.
Fani berdecak. Menarik napas panjang-panjang. Masalahnya, Bima itu sama sekali bukan tipe cowok yang disukainya. Dia malah tinggi gede, evolusinya tidak sukses, lagi. Itu lho, badannya penuh bulu. Kayak Hanamon. Rambutnya panjang, pipi kirinya codetan, suaranya berat. Pokoknya ngeri deh. Selain itu, cowok itu juga sudah terkenal....buaya! Mantan-mantan ceweknya kalau dikumpulin, bisa dibentuk jadi dua tim voli plus cadangan tambah wasit!
"Dia kan suka mainin cewek, La. Sama gue juga paling cuma buat iseng...."
Ganti Langen menarik napas.
"Gue juga sebenernya nggak ikhlas banget lo jadian sama dia. Tapi mau gimana? Semakin lo tolak, ntar dia malah semakin nekat. Malah bahaya, Fan. Mendingan lo terima aja dulu deh, buat sementara. Ntar kita pikirin gimana caranya mengenyahkan dia!"
"Yah, tapi....terus....." Fani menarik napas lagi panjang-panjang. Terduduk lunglai. Langen hanya bisa menepuk-nepuk bahunya.
Sejak saat itu, sejak dia tahu Bima ''suka'' padanya (sukanya harus pakai tanda kutip, karena Fani tak pernah yakin buaya jahanam itu bisa serius sayang sama cewek), Fani berusaha keras untuk tidak bertemu mata. Dia juga menjaga jarak. Tidak mau dekat-dekat. Dan kalau cowok itu mulai memberi sinyal-sinyal, dia langsung berlagak tidak ngeh.
Tapi itu malah membuat Bima akhirnya jadi nekat. Fani terperangah tak percaya saat suatu sore mendapati cowok itu sedang berdiri di teras rumahnya!
"Hai." Bima langsung mengembangkan senyum patennya yang terkenal, yang berhasil meluluhkan banyak cewek. Termasuk Tania, ceweknya tang terakhir. Yang begitu diputus, penampilannya langsung seperti orang kena penyakit kronis dan tinggal tunggu mati.
"Eh.....ha.....hai....," Fani menjawab gugup.
"Nggak menganggu, kan?"
"Iy....eh, nggak! Nggak deng! Mau cari siapa?" Bima jadi menahan tawa melihat Fani belum-belum sudah ketakutan begitu.
"Lho, emangnya ini rumah siapa?"
"Eh, maksud gue..... Langen kan sering ke sini. Kadang-kadang Febi juga."
"Untuk apa aku nyari mereka?" Sepasang alis tebal Bima terangkat. "Boleh duduk?"
"Oh, boleh! Boleh! Bentar ya, gue ganti baju dulu." Fani mencelat ke dalam dan langsung mencari pembantunya.
"Kenapa nggak elo usir aja dia tadi, Jah?"
"Non aja," jawab Ijah, pembantunya. "Berani nggak?" Fani langsung mati kutu dibilang gitu. Sambil berjalan ke kamar, dia menggerutu.
"Ya udah deh. Bikinin minum."
"Gimana kalo es sirupnya saya kasih racun, Non?"
"Ah, elo! Gue sih takut beneran, Jah!"
Di dalam kamar, Fani berdiri bengong di balik pintu? Tidak menyangka apa yang dia takutkan akhirnya terjadi juga. Selama di kampus dia mati-matian menghindari cowok ini. Tidak disangkanya dia bahkan sial justru di rumah sendiri. Tapi tidak! Dia tidak akan menyerah seperti cewek-cewek geblek itu. Dia tak mau jadi korban Bima yang berikutnya. Lihat saja!
Dengan keyakinan itu, dan setelah menarik napas panjang-panjang sebanyak tiga kali, Fani keluar kamar. Bima menyambut lagi-lagi dengan senyum buayanya yang oke. Fani membalas senyum itu sekadar basa-basi. Tapi dalam hati.... Cuih!
"Ada apa sih?" sambutannya sengaja tidak ramah. Biar cowok ini tahu, Fani sama sekali tidak welcome. Tapi bukan Bima namanya kalau bisa diusir dengan gampang.
"Ada yang mau aku omongin, Fan."
Emang gila nih orang! Bener-bener tanpa basa-basi! Fani langsung panas-dingin.
"Besok aja deh. Di kampus."
"Ini nggak ada hubungannya sama kampus apalagi kuliah."
"Tapi gue lagi banyak kerjaan. Lagi banyak banget tugas dari dosen nih.
Tapi alasan Fani itu malah membuat cowok di depannya jadi tertawa geli.
"Sekelas tapi bisa beda ya? Aku barusan dari rumah Langen, karena Rei ada di sana. Dan sohib kamu itu lagi santai. Mereka malah mau pergi nonton sekarang."
Aduh, gue salah langkah! Fani merasa mukanya panas. Malu banget! Tapi ah, cuek aja. Cari alasan lain. Tapi belum sempat mulutnya terbuka, Bima sudag lebih dulu memberikan pernyataan yang intinya, dia tahu persis bahwa tuan rumah yang sedang didatanginya saat ini sedang tidak ada acara apa-apa. Alias lagi nyantai!
"Kuliah lagi nggak ada tugas. Info ini bukan aku korek dari Langen. Dan Ijah tadi juga bilang, kamu nggak ada acara keluar. Jadi kayaknya aku nggak dateng di waktu yang nggak tepat!"
Sial, apes gue! Maki Fani dalam hati. "Mau ngomong apa sih lo?" tanyanya pasrah.
continue~
Link Bab 5 part 3: http://chlasmaul.blogspot.com/2014/03/bab-5-part-3-novel-cewek-karya-esti_10.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar