Tatapan itu baru terputus setelah kedatangan Bima dan Rangga. Rei lalu menggabungkan diri dengan kedua sahabatnya itu.
''Ada satu hal yang harus kami beri tau,'' ucap Rei, ''Karena ini perang, jadi seharusnya kami tidak perlu memberikan pertolongan. Tapi kalo gue sama Bima nggak turun tangan waktu lo berdua jatoh tadi, urusannya bisa sampe ke kepolisian. Jadi terpaksa harus dibuat perjanjian.....'' Rei berhenti sejenak, menikmati sorot waswas di mata kedua lawannya. ''Ada tiga kali kesempatan untuk kelepeset kayak tadi. Bukan tiga kali kesempatan untuk masing-masing, karena itu jumlahnya jadi enam. Tiga kali kesempatan untuk lo berdua!'' Dia hentikan lagi kalimatnya untuk menciptakan situasi dramatis dan mencekam. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mempercepat kekalahan lawan. Dan kalimat Rei itu diteruskan Bima.
''Dan apabila sampai terjadi kalian kepeleset untuk yang ketiga kali, yang artinya untuk yang ketiga kalinya pula salah satu dari kami harus memberikan pertolongan, berarti....kalian kalah!''
Langen mendesis marah. Gimana bisa monyet-monyet ini bilang akan memberikan tiga kali kesempatan sementara yang dua telah terpakai?
Seakan seperti bisa membaca pikiran Langen, Bima tersenyum lalu meminta maaf dengan sikap berlebihan.
''Maaf. Ada kesalahan teknis. Harusnya kami kasih tau dari awal tadi. Bukan begitu?'' Dia menoleh ke sobat-sobatnya yang mengangguk takzim tapi sambil menahan senyum.
Puncak kepala Langen kontan berasap. Dengan gigi gemeletuk dia lalu bicara dengan penekanan penuh, ''Dan elo-elo pasti berharap akan ada yang ketiga, kan? Jangan harap! Lo bertiga silakan mimpi!''
''Amin. Semoga lo berdua selalu ada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.'' Rei, Bima, dan Rangga bicara bersamaan dan menganggukkan kepala juga bersamaan. Dengan sikap serius dan khidmat yang berlebihan. Membuat kedua lawan mereka ingin menjerit-jerit saking emosinya.
''Ayo, jalan!'' ajak Rangga kepada kedua sekutunya. ''Karena mereka nggak mungkin kepeleset lagi. Jadi kita tunggu aja di atas.''
''Oh, iya. Untung lo ngomong, Ga!'' ucap Rei sambil menepuk dahi. Kembali dihadapkannya tubuhnya yang sudah sempat berbalik ke Langen dan Fani. Bima mengikuti. ''Ada satu hal lagi. Kasih tau, Bim!''
''Oke!'' Bima bersiul dengan gaya menjengkelkan. ''Bicara soal nunggu di atas, sekali lagi karena ini perang, jadi kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena tidak bisa menunggu lama'lama. Kalian akan kami tunggu selama sepuluh menit. Tidak lebih! Jadi kalau lewat dari sepuluh menit, meskipun cuma satu detik....,'' sepasang mata Bima menajam, menatap kedua lawannya bergantian, 'Kalian kalah!''
Senyum puas mengembang di bibir Rei cs saat kedua lawan mereeka terperangah mendengar dua ancaman mematikan itu. Tanpa bicara lagi ketiganya lalu balik badan. Merambati tebing dengan cepat dan hilang ditelan rapatnya dahan pohon dan dedaunan.
Langen dan Fani masih tercengang. Pembicaraan itu dilakukan di ketinggian hampir lima belas meter! Nan jauh di bawah, batu-batu besar dan kecil bertonjolan di antara lebatnya semak belukar. Memberikan penegasan bahwa siapa pun yang terjatuh dan tidak segera mendapatkan pertolongan, maka dipastikan akan mendapatkan gelar di depan nama: in memoriam!
Kesimpulannya, kalau tidak ingin terjatuh yang berbutut mendapatkan pertolongan, di mana pertolongan itu berarti kekalahan, maka kedua cewek itu harus sangat berhati-hati dalam meniti setiap langkah.
Sedangkan jika ingin berhati-hati, mereka butuh waktu yang tidak sebentar. Sementara waktu yang disediakan oleh ketiga lawan hanya sepuluh menit.
Ini benar-benar buah simalakama. Beracun pula!
Ultimatum Rei cs kemudian membuat Langen dan Fani memutuskan untuk nekat. Daripada malu!
''Daripada hidup menanggung malu, lebih baik mati berkalang tanah!'' desis Langen, mengutip pepatah lama. Tangan kanannya terkepal kuat.
''Setuju, La! Merdeka!'' Fani ikut mengepalkan tinju.
''Jangan ngeliat ke bawah!'' tegas Langen.
''Jangan ngeliat ke bawah!'' Fani membeo. Mengangguk kuat-kuat.
''Tempat ini nggak tinggi, dan di bawah nggak banyak batu!'' tegas Langen lagi.
''Tempat ini nggak tinggi, dan di bawah nggak banyak batu!'' kembali Fani membeo dengan penekanan suara kuat-kuat.
''Sip! Ayo, jalan!''
''Oke!''
Semangat memang sanggup mengenyahkan jauh-jauh segala kelemahan. Rei cs serentak mengangkat alis tinggi-tinggi saat kedua lawan mereka tidak lagi bergerak selambat kukang. Keduanya bahkan dengan lihai menyelinap di antara dahan dan daun. Tidak lagi terlihat ketakutan, dan seakan tak pernah mengalami kejadian yang mengerikan sebelumnya.
Ketiga cowok itu saling pandang. Tebing ini memang pernah menelan korban. Tidak ada catatan pasti berapa jumlah pendaki yang kehilangan nyawa di sini. Dan untuk saat ini memang bukan itu yang jadi fokus pikiran Rei cs. Bukan berapa banyak jumlah pendaki yang tewas di tempat ini. Tapi berapa banyak jumlah arwah yang sedang bergentayangan saat ini. Karena dari perubahan yang benar-benar sangat dratis ini, tidak diragukan lagi, Langen dan Fani sudah pasti sedang kerasukan!
Apa pun tudingan Rei cs, kerasukan atau kerusupan, Langen dan Fani berhasil mencapai puncak tebing dengan selamat. Dan dengan waktu dibawah target ketiga lawan. 10 menit kurang 5 detik! 10 menit kurang 5 detik yang begitu spektakuler dan mencengangkan, sekaligus 10 menit kurang 5 detik yang menelan habis seluruh cadangan kekuatan.
Kedua cewek itu berdiri di puncak tebing, di hadapan ketiga lawan mereka. Tapi tidak lagi dengan tubuh tegak sempurna. Keduanya sudah tidak mampu lagi menutupi kenyataan, stamina mereka telah merosot dratis. Nyaris di titik nol! Dengan pasrah mereka terpaksa membiarkan tubuh mereka yang melambai-lambai bak batang-batang nyiur di tepi pantai, terlihat ketiga lawan.
Namun Rei cs angkat topi dengan ketangguhan lawan-lawan mereka. Kali ini mau tidak mau mereka harus berhenti untuk beristirahat sejenak. Musuh sudah dipastikan akan kalah. Jadi tidak perlu mencemarkan piala kemenangan dengan kata-kata ''tidak fair''.
''Break sepuluh menit!'' ucap Rei.
Break sepuluh menit yang sama sekali tidak ada manfaatnya. Tubuh tidak mungkin mampu memulihkan diri dalam waktu sesingkat itu. Yang diperlukan Langen dan Fani adalah break yang lamanya bisa dipergunakan untuk tidur, memanggil tukang pijit, atau pingsan!
Sepuluh menit waktu istirahat itu kemudian dilewati Rei cs dengan berleha-leha. Ketiganya tidur-tiduran berbantal carrier. Untuk mengusir udara yang jadi terasa sangat dingin pada saat tidak bergerak, di tangan masing-masing cowok, dalam mug biru langit bertuliskan ''My soul belongs to mountains'', mengepul susu jahe panas yang dinikmati bersama potongan-potongan cake cokelat.
Masih ada lagi. Sementara mulut mengunyah, kedua mata mereka menatap berkeliling. Menikmati pemandangan yang indah. Yang jadi terasa semakin indah manakala mata melirik, dan lawan-lawan yang sedang sekarat berada tidak jauh di sebelah.
Betul-betul hari yang sama sekali tidak berminat untuk membagi makanan dan minuman yang sedang mereka nikmati dengan kedua lawan. Bukan karena mereka kejam apalagi pelit, tapi karena orang yang sedang sekarat lebih membutuhkan doa ketimbang susu jahe panasdan kue cokelat. Dan hal yang terpenting, kedua cewek itu harus merenungi semua perbuatan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Misalnya, melakukan kebohongan dan pengkhianatan.
Nanti setelah perang gender ini selesai, setelah bibir kedua warrior girls itu memberikan pengakuan yang gamblang, lengkap, mendetail, jelas, jujur, dan tentu saja harus diakhiri dengan permohonan maaf dari lubuk hati yang paling dalam, keduanya akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih panas daripada segelas susu jahe!
''Ada satu hal yang harus kami beri tau,'' ucap Rei, ''Karena ini perang, jadi seharusnya kami tidak perlu memberikan pertolongan. Tapi kalo gue sama Bima nggak turun tangan waktu lo berdua jatoh tadi, urusannya bisa sampe ke kepolisian. Jadi terpaksa harus dibuat perjanjian.....'' Rei berhenti sejenak, menikmati sorot waswas di mata kedua lawannya. ''Ada tiga kali kesempatan untuk kelepeset kayak tadi. Bukan tiga kali kesempatan untuk masing-masing, karena itu jumlahnya jadi enam. Tiga kali kesempatan untuk lo berdua!'' Dia hentikan lagi kalimatnya untuk menciptakan situasi dramatis dan mencekam. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mempercepat kekalahan lawan. Dan kalimat Rei itu diteruskan Bima.
''Dan apabila sampai terjadi kalian kepeleset untuk yang ketiga kali, yang artinya untuk yang ketiga kalinya pula salah satu dari kami harus memberikan pertolongan, berarti....kalian kalah!''
Langen mendesis marah. Gimana bisa monyet-monyet ini bilang akan memberikan tiga kali kesempatan sementara yang dua telah terpakai?
Seakan seperti bisa membaca pikiran Langen, Bima tersenyum lalu meminta maaf dengan sikap berlebihan.
''Maaf. Ada kesalahan teknis. Harusnya kami kasih tau dari awal tadi. Bukan begitu?'' Dia menoleh ke sobat-sobatnya yang mengangguk takzim tapi sambil menahan senyum.
Puncak kepala Langen kontan berasap. Dengan gigi gemeletuk dia lalu bicara dengan penekanan penuh, ''Dan elo-elo pasti berharap akan ada yang ketiga, kan? Jangan harap! Lo bertiga silakan mimpi!''
''Amin. Semoga lo berdua selalu ada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.'' Rei, Bima, dan Rangga bicara bersamaan dan menganggukkan kepala juga bersamaan. Dengan sikap serius dan khidmat yang berlebihan. Membuat kedua lawan mereka ingin menjerit-jerit saking emosinya.
''Ayo, jalan!'' ajak Rangga kepada kedua sekutunya. ''Karena mereka nggak mungkin kepeleset lagi. Jadi kita tunggu aja di atas.''
''Oh, iya. Untung lo ngomong, Ga!'' ucap Rei sambil menepuk dahi. Kembali dihadapkannya tubuhnya yang sudah sempat berbalik ke Langen dan Fani. Bima mengikuti. ''Ada satu hal lagi. Kasih tau, Bim!''
''Oke!'' Bima bersiul dengan gaya menjengkelkan. ''Bicara soal nunggu di atas, sekali lagi karena ini perang, jadi kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena tidak bisa menunggu lama'lama. Kalian akan kami tunggu selama sepuluh menit. Tidak lebih! Jadi kalau lewat dari sepuluh menit, meskipun cuma satu detik....,'' sepasang mata Bima menajam, menatap kedua lawannya bergantian, 'Kalian kalah!''
Senyum puas mengembang di bibir Rei cs saat kedua lawan mereeka terperangah mendengar dua ancaman mematikan itu. Tanpa bicara lagi ketiganya lalu balik badan. Merambati tebing dengan cepat dan hilang ditelan rapatnya dahan pohon dan dedaunan.
Langen dan Fani masih tercengang. Pembicaraan itu dilakukan di ketinggian hampir lima belas meter! Nan jauh di bawah, batu-batu besar dan kecil bertonjolan di antara lebatnya semak belukar. Memberikan penegasan bahwa siapa pun yang terjatuh dan tidak segera mendapatkan pertolongan, maka dipastikan akan mendapatkan gelar di depan nama: in memoriam!
Kesimpulannya, kalau tidak ingin terjatuh yang berbutut mendapatkan pertolongan, di mana pertolongan itu berarti kekalahan, maka kedua cewek itu harus sangat berhati-hati dalam meniti setiap langkah.
Sedangkan jika ingin berhati-hati, mereka butuh waktu yang tidak sebentar. Sementara waktu yang disediakan oleh ketiga lawan hanya sepuluh menit.
Ini benar-benar buah simalakama. Beracun pula!
Ultimatum Rei cs kemudian membuat Langen dan Fani memutuskan untuk nekat. Daripada malu!
''Daripada hidup menanggung malu, lebih baik mati berkalang tanah!'' desis Langen, mengutip pepatah lama. Tangan kanannya terkepal kuat.
''Setuju, La! Merdeka!'' Fani ikut mengepalkan tinju.
''Jangan ngeliat ke bawah!'' tegas Langen.
''Jangan ngeliat ke bawah!'' Fani membeo. Mengangguk kuat-kuat.
''Tempat ini nggak tinggi, dan di bawah nggak banyak batu!'' tegas Langen lagi.
''Tempat ini nggak tinggi, dan di bawah nggak banyak batu!'' kembali Fani membeo dengan penekanan suara kuat-kuat.
''Sip! Ayo, jalan!''
''Oke!''
Semangat memang sanggup mengenyahkan jauh-jauh segala kelemahan. Rei cs serentak mengangkat alis tinggi-tinggi saat kedua lawan mereka tidak lagi bergerak selambat kukang. Keduanya bahkan dengan lihai menyelinap di antara dahan dan daun. Tidak lagi terlihat ketakutan, dan seakan tak pernah mengalami kejadian yang mengerikan sebelumnya.
Ketiga cowok itu saling pandang. Tebing ini memang pernah menelan korban. Tidak ada catatan pasti berapa jumlah pendaki yang kehilangan nyawa di sini. Dan untuk saat ini memang bukan itu yang jadi fokus pikiran Rei cs. Bukan berapa banyak jumlah pendaki yang tewas di tempat ini. Tapi berapa banyak jumlah arwah yang sedang bergentayangan saat ini. Karena dari perubahan yang benar-benar sangat dratis ini, tidak diragukan lagi, Langen dan Fani sudah pasti sedang kerasukan!
Apa pun tudingan Rei cs, kerasukan atau kerusupan, Langen dan Fani berhasil mencapai puncak tebing dengan selamat. Dan dengan waktu dibawah target ketiga lawan. 10 menit kurang 5 detik! 10 menit kurang 5 detik yang begitu spektakuler dan mencengangkan, sekaligus 10 menit kurang 5 detik yang menelan habis seluruh cadangan kekuatan.
Kedua cewek itu berdiri di puncak tebing, di hadapan ketiga lawan mereka. Tapi tidak lagi dengan tubuh tegak sempurna. Keduanya sudah tidak mampu lagi menutupi kenyataan, stamina mereka telah merosot dratis. Nyaris di titik nol! Dengan pasrah mereka terpaksa membiarkan tubuh mereka yang melambai-lambai bak batang-batang nyiur di tepi pantai, terlihat ketiga lawan.
Namun Rei cs angkat topi dengan ketangguhan lawan-lawan mereka. Kali ini mau tidak mau mereka harus berhenti untuk beristirahat sejenak. Musuh sudah dipastikan akan kalah. Jadi tidak perlu mencemarkan piala kemenangan dengan kata-kata ''tidak fair''.
''Break sepuluh menit!'' ucap Rei.
Break sepuluh menit yang sama sekali tidak ada manfaatnya. Tubuh tidak mungkin mampu memulihkan diri dalam waktu sesingkat itu. Yang diperlukan Langen dan Fani adalah break yang lamanya bisa dipergunakan untuk tidur, memanggil tukang pijit, atau pingsan!
Sepuluh menit waktu istirahat itu kemudian dilewati Rei cs dengan berleha-leha. Ketiganya tidur-tiduran berbantal carrier. Untuk mengusir udara yang jadi terasa sangat dingin pada saat tidak bergerak, di tangan masing-masing cowok, dalam mug biru langit bertuliskan ''My soul belongs to mountains'', mengepul susu jahe panas yang dinikmati bersama potongan-potongan cake cokelat.
Masih ada lagi. Sementara mulut mengunyah, kedua mata mereka menatap berkeliling. Menikmati pemandangan yang indah. Yang jadi terasa semakin indah manakala mata melirik, dan lawan-lawan yang sedang sekarat berada tidak jauh di sebelah.
Betul-betul hari yang sama sekali tidak berminat untuk membagi makanan dan minuman yang sedang mereka nikmati dengan kedua lawan. Bukan karena mereka kejam apalagi pelit, tapi karena orang yang sedang sekarat lebih membutuhkan doa ketimbang susu jahe panasdan kue cokelat. Dan hal yang terpenting, kedua cewek itu harus merenungi semua perbuatan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Misalnya, melakukan kebohongan dan pengkhianatan.
Nanti setelah perang gender ini selesai, setelah bibir kedua warrior girls itu memberikan pengakuan yang gamblang, lengkap, mendetail, jelas, jujur, dan tentu saja harus diakhiri dengan permohonan maaf dari lubuk hati yang paling dalam, keduanya akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih panas daripada segelas susu jahe!
continue~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar