download novel terbaru dan terpopuler, download novel indonesia terbaru ebook, download novel gratis, download novel cinta, download novel teenlit terbaru, download novel remaja terbaru, novel cinta, novel remaja, kumpulan novel, novel gratis, novel terbaru, cerita novel, contoh novel
Sabtu, 15 Maret 2014
Bab 26 part 6 novel cewek!!! by esti kinasih
memeletkan lidah panjang-panjang ke arah Rei dan Bima. Kedua cowok itu hanya bisa menatap sambil menahan marah dan gemas, tanpa bisa berbuat apa-apa. Di belakang keduanya, Rangga juga hanya bisa geleng-geleng kepala.
Dengan cerdik kedua cewek itu tetap bertahan di atas batu. Baru setelah kelebat orang-orang yang berlarian itu terlihat di antara rimbunnya pepohonan, keduanya melompat turun, dan berdiri dalam jarak aman yang tidak terjangkau ketiga lawan.
Dan menjelang orang yang berlari paling depan tiba di batas kerimbunan semak dan pepohonan, Langen cepat-cepat menghampiri Bima lalu menangis terisak-isak disebelahnya dengan kedua tangan menutupi muka.
Rei cs kaget dan menatap Langen tak mengerti. Tapi hanya itu reaksi yang sempat mereka berikan. Karena sedetik kemudian sekelompok besar manusia berhamburan, menghampiri mereka dari arah jalan setapak.
''Ada apa!? Ada apa!?'' kerumunan orang yang berjumlah lebih dari sepuluh itu berseru bersamaan.
Langen terus terisak-isak di balik kedua telapak tangannya. Pertama, untuk meyakinkan para pendatang baru itu, bahwa dirinya sedang shock berat, jadi tidak bisa ditanya. Kedua, karena dia juga bingung mau jawab apa. Akibatnya, Bima yang jadi kelimpungan.
''Tangan lo kenapa?'' salah seorang cowok berkaus putih dengan kepala terikat slayer oranye bertanya cemas.
''Oh, ini....'' Bima memaki dulu dalam hati. ''Gue cuma agak lengah tadi. Nggak apa-apa.''
''Nggak apa-apa gimana? Lo nggak liat darahnya merembes gitu?''
''Ng....'' Bima mati kutu. Ditatapnya Rei dan Rangga bergantian, tapi kedua sobatnya itu juga belum menemukan jawaban yang tepat untuk rentetan pertanyaan tadi.
''Coba gue liat.'' cowok dengan kepala terikat slayer itu menyentuh pelan luka di lengan Bima.
''Nggak. Nggak usah!'' dengan senyum dipaksakan, Bima menjauhkan tangan itu dari lukanya. ''Nggak terlalu parah.''
''Iya, mana coba gue liat!'' cowok berslayer itu memaksa. ''Lo nggak liat tuh, cewek lo nangisnya sampe begitu?''
Mendengar itu sepasang mata Rei dan Bima kontan melebar. Sementara ''tangis'' Langen nyaris berhenti. Lewat sela-sela jari, bisa dilihatnya Fani nyaris terkikik.
Orang-orang itu lalu mengumuni Bima dan tak berapa lama terdengar seruan-seruan kaget.
''Gila! Kena apa sih? Sampe parah gini lukanya!''
''Kudu dijait nih! Lebar banget!''
''Pantes aja darahnya sampe merembes gitu!''
Ketika lewat sela-sela jari Langen melihat Bima telah menjadi pusat perhatian dan tidak mungkin bisa melepaskan diri, cepat-cepat dia turunkan kedua tangannya. Seketika didapatinya Rei tengah menatapnya tajam dari luar kerumunan. Langen melirik ke segala arah, dan begitu mendapat kepastian semua mata saat ini sedang tertuju pada Bima, cewek itu mengembangkan senyum manis tapi mengejek.
Dengan gaya kenes, dia kedip-kedipkan kedua matanya yang ditutup dengan jari-jari yang melambai centil. Rei hanya bisa mendesis marah, geleng-geleng kepala, dan akhirnya memalingkan tatapannya. Fani yang juga melihat kejadian itu menghampiri Langen sambil menahan tawa.
Sementara itu Bima sedang mati-matian menahan sabar. Dengan suara yang dipaksa terdengar sesopan mungkin, dicobanya untuk mengusir orang-orang yang sedang mengerumuninya.
''Thanks. Makasih banyak. Tapi sori kami buru-buru, mau lanjut ke puncak.''
Seketika seseorang berbicara dengan nada keras, ''Jangan gila! Dengan luka kayak gitu, lo cuma nganter nyawa kalo maksa ke sana.''
''Tau nih orang! Lo pendaki amatir, ya? Jadi lagi ngumpulin jam terbang, gitu?'' yang lain menyambung.
Tawa Langen dan Fani nyaris meledak mendengar itu. Bima pendaki amatir? Kejem banget tuh orang ngomongnya. Nggak tau apa kalo tuh monyet calon penerus takhta kepemimpinan Maranon?
Salah seorang yang mengerumuni Bima lalu menoleh ke Langen, yang telah kembali memasang ekspresi takut dan cemas.
''Bilangin cowok lo nih. Ngotot banget pengen lanjut ke puncak!''
Langen meringis dalam hati. Lagi-lagi, ada kesempatan untuk mempermalukan lawan. Hari ini betul-betul hari yang indah dan sangat sempurna!
''Yaaah, gue sih bisa ngerti,'' ucapnya lembut. Tatapannya terarah ke Bima, begitu lembut dan penuh pengertian. ''Otot emang perlu menjejakkan dirinya ke puncak. Karena kalau nggak begitu, keeksisannya akan abstrak. Tapi otak sama sekali nggak perlu begitu. Karena otak bisa merefleksikan puncak, di mana pun dia mau.'' Kembali Langen mengembangkan senyumnya. ''Tapi untuk bisa sampe ke puncak, jelas cuma otot yang sehat. Otot sakit begitu kayaknya nggak mungkin deh, Sayang. Nanti kamu malah mati, sebelom sampe sana.....''
Tawa Fani nyaris meledak. Buru-buru dia tekan bibirnya dengan satu tangan kuat-kuat. Dasar Langen gila! Serunya dalam hati.
Sementara orang-orang yang mengerumuni Bima memandang Langen dengan kening terlipat, karena tidak mengerti maksud kata-katanya. Bima menatap Langen dengan kilat kemarahan yang meletup. Mulutnya mendesiskan kata ''kurang ajar'' yang hanya bisa didengar olehnya sendiri. Rangga geleng-geleng kepala, tapi tidak lagi mampu menyembunyikan rasa salutnya. Untuk pertama kalinya Rei menyadari Langen memang lawan yang tangguh!
''Tuh, cewek lo aja tau. Udah turun aja. Lo kudu langsung ke rumah sakit. Ntar luka lo keburu infeksi. Bulan depan kami mau ke sini lagi. Kalo mau, gabung aja,'' kata cowok yang berdiri di sebelah Bima persis.
Bima tidak bergerak. Sepertinya masih tidak bisa menerima kenyataan kubunya telah kalah. Tapi Rei yang sudah kalah, menerima saran itu. Didekatinya Bima lalu dirangkulnya dengan satu tangan.
''Oke, ayo turun!''
Langen dan Fani saling pandang dan tak lagi mampu menyembunyikan tawa kemenangan mereka. Tanpa memedulikan sorot keheranan mata-mata di sekitarnya, Langen berseru keras ke arah sahabatnya.
''Toss, Fan!''
Kedua cewek itu lalu ber-highfive dengan suara keras. Kemudian dengan riang mengambil posisi di bagian depan.
Empat orang menyaksikan peristiwa itu dari balik lebatnya semak belukar. Iwan cs minus Rizal, yang tadi ikut berlari di bagian paling belakang, lalu berhenti lebih dulu dan melepaskan diri dari barisan.
Keempatnya tidak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Yang jelas, ''pertempuran'' itu telah selesai. Dan yang sama sekali tidak mereka duga.... Langen dan Fani berhasil keluar sebagai pemenang!
***
Ibu Kartini, tokoh yang paling diidolakan Langen, bisa dipastikan akan murka melihat perjuangannya diteruskan dengan cara demikian. Tapi wanita atau perempuan atau cewek adalah makhluk yang diberikan keindahan. Dan kedua cewek itu, Langen dan Fani, berada dalam situasi yang benar-benar sulit. Benar-benar darurat, benar-benar apa boleh buat.....mereka terpaksa memanfaatkan anugerah keindahan itu.
Hidup perempuan! Mungkin kata-kata itu sangat ingin diteriakkan Ibu Kartini kala itu. Seandainya tidak terhalang gelar Raden Ajeng, yang mewajibkannya untuk bertutur lembut dan bersikap patut.
Hari ini, seratus tahun lebih sejak ia dilahirkan, tiga perempuan membantunya mengeluarkan teriakan yang hanya jadi gema di bilik-bilik hati yang paling dalam. Dengan kata yang sedikit berbeda karena perubahan zaman.
"Hidup cewek!!!"
continue~
Link Epilog: http://chlasmaul.blogspot.com/2014/03/epilog-novel-cewek-by-esti-kinasih.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar