Sabtu, 15 Maret 2014

Bab 22 part 3 novel cewek!!! by esti kinasih


Sejenak Bima menatap Fani dengan pandang lurus. Kemudian cowok itu berjalan mendekati meja di sudut kamar, mengambil sebuah buku dan bolpoin, lalu menghampiri Fani dan duduk bersila di sebelahnya. Dekat di sebelahnya.
''Kalo itu yang kamu maksud....,'' ucap Bima halus, ''memanfaatkan kesempatan itu udah insting setiap cowok, Fan. Dan susah untuk ngelwan hukum alam.'' Diletakkannya buku dan bolpoin di pangkuan Fani. ''Kamu tulis aja di sini, apa yang kamu minta untuk maskawin. Resepsinya mau gimana, trus gaunnya mau tradisional atau modern. Suvenir, dekorasi. Semuanya. Tulis aja di sini. Oke?''

Bima mengusap lembut kepala Fani, yang memandanginya dengan tatapan tidak terfokus. Kemudian diraihnya tubuh Fani, dipeluknya erat, lalu dikecupnya bibir gadis itu. Sekali lagi, ditatapnya cewek dalam pelukannya itu. Melakukannya pada orang yang berbeda, untuk alasan yang juga berbeda, ternyata memberikan perasaan itu berbeda pula. Mungkin karena hanya fisik cewek ini yang bisa dimilikinya. Itu pun dengan cara-cara yang sering kali ekstrem.
''Aku tinggal dulu ya....'' Bima melepaskan pelukannya. ''Aku mau liat dulu, di Mbok udah selesai nyiapin makan atau belum. Nanti selesai makan, kita ngobrol-ngobrol. Ada beberapa pertanyaan yang harus kamu jawab, Sayang.''

Bima telah menghilang di ambang pintu. Tapi Fani masih terpana tak percaya. Tidak mungkin ini terjadi. Tidak mungkin! Ini pasti cuma halusinasi. Ini bukan kenyataan. Pasti! Pasti bukan kenyataan! BUKAN KENYATAAN!!!

Sayangnya, di saat Fani mati-matian menghipnotis dirinya sendiri bahwa apa yang sedang menimpanya saat ini adalah cuma halusinasi, Bima muncul lagi. Dan gorila itu terlalu riil, bahkan seandainya Fani benar-benar sedang bermimpi.
''Lupa nih, aku mau nanya. Itu satuannya apa sih? Sekali-sekali aku pengen juga beliin buat kamu. Biasanya kamu pake merek apa? Soalnya aku taunya cuma Triumph.....'' Dengan kurang ajar sepasang mata Bima hinggap di dada Fani dan menatapnya bergantian.
Langsung saja.....
''AAAAAA!!!''

Bima berjalan keluar sambil terbahak-bahak. Fani menerjunkan diri ke ranjang. Dipukulnya bantal keras-keras. Ternyata dia benar-benar harus bunuh diri. Daripada bikin malu ortu!

Tiba-tiba cewek itu mengangkat kepala dan memandang berkeliling. Iya, betul! Dia akan bunuh diri di kamar ini saja. Kemudian menjadi arwah gentayangan. Dan akan diterornya hidup Bima lewat penampakan-penampakan seram! Sip! Ide brilian! Itu namanya dendam di bawa mati!

Tapi mendadak Fani teringat, Bima akan mengajukan beberapa pertanyaan. Seketika cewek itu melompat bangun. Bunuh diri bisa ntar-ntar. Yang paling penting sekarang, menyelamatkan Langen dan Febi dulu, alias kudu secepatnya buron dari tempat ini!

Fani berjingkat-jingkat mendekati pintu lalu mengintip keluar. Hari mulai sore. Sip, sepi! Buru-buru dia berlari menuju ruangan yang diperkirakannya ruang tamu. Tapi belum juga ambang pintunya tercapai, Bima muncul.
''Mau ke mana?'' tanya cowok itu tajam.
''Mm....itu.....ke kamar mandi.'' Fani langsung memperagakan adegan kebelet pipis.
''Sini.'' Bima meraih tangannya. Fani hanya bisa mengeluh dalam hati saat usaha pelariannya itu gagal. Pasrah diikutinya tangan yang menariknya ke arah belakang. Kesebuah ruangan yang ternyata dapur.
''Mbok,'' panggil Bima. Seorang perempuan paruh baya yang sedang mengiris ketimun menoleh. ''Ini nih pacar baru saya. Gimana?''
''He-eh. Ayu.'' perempuan itu tersenyum.
''Pacar baru?'' gerutu Fani begitu pintu kamar mandi telah ditutupnya. Bunyi klakson sepeda motor sesaat kemudian membuat tangannya yang akan meraih gayung seketika berhenti di udara. Ia memanjat bibir bak lalu mengintip ke luar lewat jendela kecil di dinding. Ternyata di samping kamar mandi ada lorong kecil yang langsung tembus halaman depan.

Mendadak pintu di ujung lorong terbuka. Refleks Fani menurunkan kepala, lalu mengintip lagi pelan-pelan. Dilihatnya Bima berjalan cepat ke depan. Buru-buru Fani melompat turun. Perlahan dibukanya pintu kamar mandi dan diintipnya keluar. Dapur kosong. Si mbok itu entah ke mana. Tanpa buang waktu, Fani berlari ke ruang tamu lalu meringkuk di belakang sofa.

Lewat jendela di ruang tamu, Fani melihat Bima berdiri di gerbang depan, sedang memandangi buku yang disodorkan petugas pos. Cewek itu semakin meringkuk saat Bima lewat di depan jendela, kembali ke pintu samping.

Begitu terdengar pintu samping dibuka lalu ditutup kembali, Fani langsung berlari keluar. Disambarnya sepatu ketsnya di teras dan dipakainya sambil terus berlari menuju pintu pagar. Dan setelah lima detik mengerahkan seluruh cadangan tenaga, pintu pagar itu boro-boro terbuka, bergeser sedikit pun tidak. Terpaksa Fani menggunakan keahlian yang diperolehnya semasa SMA. Keahlian yang wajib dimiliki oleh setiap murid yang datang telat. Dia memanjat pagar tinggi itu lalu melompat keluar dan langsung berlari sekencang-kencangnya.

Karena sudah mendapatkan penempaan fisik yang cukup, kecepatan berlari Fani menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Tapi tetap, kalau urusannya melawan Bima, taktik lebih diperlukan daripada kecepatan. Karena itu sambil terus berlari, otak Fani juga berputar. Dan begitu dilihantnya seorang ibu sedang kerepotan mengangkati jemuran sambil menggendong anak balitanya yang rewel, Fani langsung menghampiri.

''Sini, Bu. Saya bantuin,'' ucapnya. Ibu itu menoleh kaget. Ditatapnya Fani dengan kening berkerut. ''Sini saya bantu ngangkatin jemuran. Kayaknya Ibu repot banget.''
''Oh, iya. Ini anak saya, badannya lagi panas. Makanya rewel terus. Terima kasih ya. Sebentar saya bawa dulu dia ke kamar.''

Ibu itu berjalan masuk ke rumah. Fani memandang berkeliling. Dia harus membuat penyamaran dulu, karena baju-baju yang dijemur hanya akan menutupi badan dan kepalanya. Sementara kaki sudah pasti akan terlihat jelas. Tatapannya berhenti di sehelai kain kumal yang menggeletak di lantai teras. Fani jadi tahu kenapa kain itu ditelantarkan, setelah meraihnya. Ternyata baunya ''yeeekh!'' sekali. Sepertinya ini ompol paling gres bayi tadi. Tapi tidak apa-apa. Sip malah. Ini namanya penyamaran ala sigung!

Cepat-cepat Fani melilitkan kain itu sampai menutupi sepatunya. Kemudian dia segera memulai pekerjaannya. Sambil pura-pura mencopoti jepitan baju, ia bersembunyi di balik kain-kain lebar, seperti seprai dan selimut. Karena hanya dua itu yang nantinya tidak menyisakan celah terbuka. Tepat di selimut terakhir, Bima muncul. Fani yang sudah hafal benar dengan langkah-langkah kaki itu, seketika merunduk di balik selimut.

Bima berjalan mondar-mandir. Tarikan napasnya sudah seperti dengus banteng aduan. Bukan cuma karena habis lari ke sana kemari, tapi juga karena dia sedang sangat marah!

Setelah berkali-kali menoleh ke segala arah, akhirnya Bima pergi. Dia sama sekali tak berminat untuk memeriksa seseorang di balik jemuran. Soalnya bila dilihatnya dari kain buluk yang dipakai, cewek itu sudah pasti pembantunya yang punya rumah.
"Terima kasih, ya?"

Teguran itu membuat Fani nyaris menjerit. Alamak! Nyaris amat ibu ini nongolnya ya? Desisnya dalam hati.
"Maaf. Kaget, ya?"
"Iya." Fani tersenyum basa-basi lalu cepat-cepat melepaskan kain bau yang dipakainya.
"Itu kan kotor?" Ibu itu mengerutkan kening.
Fani cuma meringis. Tak bisa menjawab.
"Bu, kalo mau ke jalan besar, lewat mana ya?"
"Oh, itu. Kalau nanti kamu sampai di pertigaan depan, beloj kiri. Terus....."

Ibu itu menjelaskan apa yang diminta Fani. Setelah mengucapkan terima kasih dan setelah sekali lagi menghafalkan arah yang jelaskan, Fani langsung tancap gas. Lari sekencang-kencangnya menuju gerbang kebebasan!



continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar