Sabtu, 15 Maret 2014

Bab 23 part 4 novel cewek!!! by esti kinasih



Fani melepaskan kedua tangannya dan perlahan mengangkat mukanya yang sekarang benar-benar merah. Lunglai dia menjatuhkan diri ke kursi terdekat.
''Bener-bener abis deh gue sekarang,'' desahnya lemah. Langen dan Febi hanya bisa memeluknya dari kiri dan kanan. Tidak bisa mengatakan apa-apa. ''Mereka ngajak climbing sama-sama, Wan! Dua minggu lagi! Tapi nggak mau ngasih tau tempatnya! Jadi sekarang gimana dong? Gimana!?''

Iwan menjawab jeritan panik Langen dengan ekspresi tenang. Soalnya itu memang sudah diduganya.
''Ya, emang udah pasti akan begitu reaksi mereka.''
''Iya, terus gimanaaa?''

Iwan menyodorkan selembar kertas, dan Langen langsung menjerit saat membaca isinya. ''Ini sih gila!''
''Kalo gitu, cari tau di mana lokasi perang terbukanya. Selama lo nggak dapet informasinya, kita nggak bisa nyiapin antisipasi lain selain itu,'' jawab Iwan. Tetap dengan tenang.

Langen menelan ludah. Sekali lagi ditatapnya kertas di tangannya. Wajib militer itu akan berlanjut. Di situ fitness center. Dengan porsi dan materi yang akan membuat Langen dan kedua temannya menjelma menjadi..... Hulk!

Sehari setelah tantangan itu diajukan, untuk pertama kalinya Rangga dan Febi ribut besar. Rangga tentu saja tidak akan membiarkan Febi terlibat. Soalnya jika sampai terjadi sesuatu, dia tidak akan bisa mempertanggungjawabkannya pada keluarga gadis itu. Tapi Febi bersikeras ingin ikut.
''Mas, kerajaanku itu nggak segede United Kingdom. Lebih banyak yang nggak tau daripada yang tau!''
''Jadi?'' tanya Rangga tajam.
''Ya kalo kerajaannya aja pada nggak tau, apalagi rajanya. Apalagi sodara-sodaranya si raja! Lagi pula sadar dong, Mas. Ini tuh udah taun berapa?''

Rangga menundukkan mukanya tepat di atas muka Febi. Ditatapnya sepasang bola mata gadis itu tajam-tajam.
''Bilang itu sama Kanjeng Ibu!''

***

Pertengkaran mereka membuat sikap Febi terhadap Rangga jadi berubah. Dingin dan ketus. Dan untuk seorang gadis berdarah biru sangat kental seperti dia, itu jelas bukan sikap yang patut. Buntutnya, kedua orangtuanya terutama sang Kanjeng Ibu jadi ingin tahu apa penyebabnya. Dan Rangga melihatnya sebagai senjata untuk menjauhkan Febi dari kancah perang terbuka itu.

Rangga tidak harus menceritakan apa yang sebenarnya terjadi secara gamblang. Soalnya itu bisa membuat kedua orangtua Febi kejang-kejang lalu masuk UGD. Cukup satu alasan yang tidak sepenuhnya benar, tapi juga tidak sepenuhnya bohong. Cukup dengan mengatakan bahwa Febi memaksa ikut dengannya mendaki gunung.

Hasilnya, kedua orangtua Febi, sangat shock. Seketika mereka murka. Dan sekali lagi, Febi kembali menghilang. Langen dan Fani langsung menyadari itu, begitu mereka tidak melihatnya lagi di kampus selama dua hari berturut-turut. Dan ponselnya saat dihubungi, mailbox.
''Febi ilang lagi, Wan.''
Iwan menanggapi laporan Langen tenang.
''Udah gue duga.''
''Trus gimana?''
''Nggak masalah. Lo liat sendiri gimana fisiknya, kan? Kalo dia ikut, udah bisa dipastiin, lo bertiga pasti kalah!''
Langen tertegun.
''Jadi kalo misalnya dia nggak ngilang kayak sekarang, tetep dia harus kita tinggal, gitu?''
''Nggak juga. Untuk dia, gue udah nyusun rencana sendiri. Gimana? Udah dapet informasi di mana lokasinya?''
Langen menggeleng lesu.

***

Febi langsung pura-pura tidur saat didengarnya suara mobil Rangga memasuki halaman. Seisi rumah sedang pergi, jadi tidak ada yang akan memaksanya menemui cowok itu. Memaksanya menelan dongkol dan marah bukan dengan wajah manis, tapi juga dengan sikap santun dan hormat!

Didengarnya pintu kamarnya diketuk pelan, lalu dibuka. Pasti Juminem. Andi yang khusus mengurusnya. Tak lama kemudian didengarnya suara Juminem memanggilnya pelan dan hati-hati.
''Ndoro Putri, itu ada tamu.''
Febi tetap memejamkan mata rapat-rapat. Juminem menunggu beberapa saat lalu berjalan ke luar kamar. Sayup Febi mendengar suara Juminem memberitahu Rangga bahwa dirinya sedang tidur. Dan sayup juga didengarnya suara Ranga, meminta Juminem untuk tidak membangunkannya. Cowok itu akan menunggu sampai sang Gusti Putri bangun dengan sendirinya.

Suasana lalu hening. Febi hanya mendengar suara para pembantunya yang sibuk dengan tugas masing-masing serta suara lembar majalah dibolak-balik oleh seseorang yang sedang menunggunya di ruang keluarga, yang akan dibiarkannya terus menunggu sampai rambut pendeknya jadi panjang!

Tiba-tiba terdengar dering ponsel Rangga.
''Ya, halo?..... Di tempat Febi, kenapa?..... Dia lagi tidur.....''

Febi jadi menajamkan telinga saat volume suara Rangga menurun. Orang di seberang sana kalau bukan Rei, sudah pasti Bima. Dan yang sedang mereka bicarakan sudah pasti berhubungan dengan perang terbuka itu.

Seketika gadis itu melompat bangun. Berlari ke pintu dan tanpa suara membukanya sedikit. Pembicaraan itu cuma terdengar sepatah-sepatah karena sekarang volume suara Rangga benar-benar kecil.

Tak lama telepon ditutup. Febi buru-buru menutup pintu lalu melompat kembali ke tempat tidur. Satu jam kemudian hampir terlewat dan dia tetap terjaga. Pembicaraan rahasia itu mengusik rasa ingin tahunya. Setelah menunggu sampai suasana benar-benar senyap, gadis itu bangkit dari ranjang. Dibukanya pintu dengan hati-hati dan perlahan, lalu berjingkat-jingkat keluar. Ketika hampir mendekati pintu keluarga, sejenak dia berhenti lalu berdiri diam. Dipasangnya telinga. Benar-benar hening di dalam sana. Dia longokkan sedikit kepalanya. Rangga ternyata sudah tertidur di kursi panjang.

Dengan langkah sangat hati-hati dan benar-benar tanpa suara, dengan kepala yang yang sebentar-sebentar menengok ke segala arah, berjaga-jaga agar jangan ada satu pun pembantunya yang memergokinya sedang melakukan ini, Febi menghampiri Rangga.

Ditahannya napas tanpa sadar saat meraih ponsel Rangga yang tergeletak di meja. Benar saja. Bima yang menelepon tadi. Hati-hati diletakkannya kembali ponsel itu, lalu meraih organizer di sebelahnya. Meskipun tidak tahu apa yang dicarinya, Febi membalik tiap lembarnya lalu meneliti setiap tulisan yang ada di sana. Tetap dengan kepala yang sebentar-sebentar terangkat lalu menoleh ke arah pintu yang terbuka.
Dan akhirnya gadis itu mendapatkan sesuatu!
Di salah satu lembar, tertulis tanggal perang terbuka itu akan dilaksanakan. Diberi underline dan di bawahnya ditulis dengan nomor urut, empat tempat di mana salah satunya diberi lingkaran tebal-tebal dan tiga tanda seru. Cepat-cepat Febi Febi menuliskan nama tempat itu di telapak tangan, lalu meletakkan kembali organizer itu ke tempat semula. Kemudian ia segera bersiap lari.

Sayangnya, langkah pertamanya untuk lari bertepatan dengan detik menjelang alarm ponsel Rangga berbunyi. Seketika gadis itu menyusupkan diri ke bawah kursi panjang. Menempelkan tubuhnya rapat-rapat di dinding lalu meringkuk kecil-kecil.

Tubuhnya serasa membeku saat kedua kaki Rangga menjejak lantai. Salah seorang pembantunya, yang rupanya juga mendengar bunyi alarm itu, datang dengan secangkir teh. Rangga lalu menanyakan Febi dan dijawab masih tidur.



continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar