Selasa malam, Langen, Fani dan Febi ikut berkumpul di rumah Iwan. Mereka membantu Iwan cs mengepak barang. Kelima cowok itu akan berangkat besok pagi. Langsung dari kampus mereka begitu kelar kuliah pagi, jam sepuluh, untuk mengecek jalur yang pernah mereka buka dulu, sekalian memasang beberapa peralatan agar kebut gunung curang itu bisa mereka menangkan.
Melihat perlengkapan mendaki gunung berserakan, tali karmantel bergulung-gulung terongok di sudut ruangan, dan di meja tiga gulung pita merah berdiri berjajar, ketiga cewek itu jadi bersemangat dan tak sabar lagi menunggu hari tantangan itu diajukan.
Jumat malam Fani dan Febi menginap di rumah Langen. Ketiganya langsung memaksakan diri untuk tidur begitu jarum jam berada tepat di angka sembilan, soalnya besok mereka akan dijemput Iwan cs jam empat pagi. Rei cs cari cewek masing-masing untuk pamit, tapi mereka tidak berhasil karena yang dicari keburu menghilang. Juga tidak berhasil menghubungi karena di samping semua ponsel yang dituju telah dimatikan, kepada pembantunya Langen juga berpesan, kalau ketiga cowok itu menelepon, bilang saja mereka tidak ingin bicara. Kalau sang penelepon memaksa, banting saja teleponnya!
Jam tiga dini hari, beker di meja belajar Langen menjerit kencang. Tiga sosok tubuh yang sedang tergolek langsung melenting dari ranjang.
Akhirnya ''Hari Pembalasan'' ini datang juga!!!
Tanpa bisa dicegah, perasaan mereka jadi tegang. Membayangkan dua kejutan besar yang akan mereka berikan untuk Rei cs nanti.
"Mulai hari ini, kita bikin mereka tutup mulut!" Langen, yang sedang memerhatikan pantulan dirinya yang benar-benar army look di cermin, berkata puas.
Jam empat kurang sepuluh, Iwan cs datang dengan dua mobil. Land Rover Iwan dan Escudo Evan. Langen cs naik ke Escudo, yang isinya cuma Evan. Kira-kira satu kilometer sebelum sampai tujuan, Evan turun dan pindah ke Land Rover. Selanjutnya mereka berpisah. Iwan dan teman-temannya langsung ke tempat mereka akan start untuk naik, sementara ketiga cewek itu mencari Rei, Bima, dan Rangga, untuk menyampaikan tantangan kebut gunung itu.
Ternyata tidak susah menemukan mereka. Jeep CJ7 miik Rei, yang berwarna abu-abu metalik dan penuh spotlight itu, diparkir berderet bersama tujuh mobil lain yang semuanya ditempeli stiker ''Maranon'' dan ikatan slayer merah di setiap kaca spion kanan. Dekat deretan warung, Langen buru-buru mengganti arah.
"Kita intip dulu. Gue curiga. Mereka bener latihan atau cuma alasan."
Diparkirnya Escudo itu di belakang sebuah bangunan kosong. Dari tempat itu, deretan warung tadi masih terlihat. Ketiganya tetap berada di dalam mobil. Mengamati ke kejauhan lewat kaca mobil yang gelap.
"Stella juga ada! Itu tuh!" seru Febi tertahan. Langen dan Fani langsung pasang mata.
"Wah, iya! Kurang ajar!" desis Langen. "Bener, kan? Mereka bohong! Canggih amat si Stella, bisa ikut ke Jayawijaya. Padahal pas upacara tujuh belasan kemaren, dia pingsan duluan. Padahal berdiri belum ada setengah jam! Tapi bisa ikut ke Jayawijaya!?"
"Pasti karena dia udah melakukan pertunjukan bugil di depan Bima. Makanya langsung lolos seleksi!" tandas Fani sambil menggebrak dasbor.
"Iya, pasti!" Langen ikut menggebrak dasbor.
Mereka memerhatikan cewek berbadan garing itu. Yang sedang berdiri membelakangi mereka di dalam salah satu warung. Tuh badan benar-benar tinggal tulang belulang. Tapi Stella malah bangga. Katanya itu potongan bodi peragawati dan fotomodel ngetop. Dasar ngeles aja dia. Pasti waktu kecilnya penyakitan!
Stella kemudian keluar sambil memegang gelas. Dan tiga orang di dalam Escudo kontan melotot. Malah Febi langsung percaya Stella memang pernah bugil di depan Bima. Soalnya lihat saja, ini tempat umum, banyak orang, dan dia tetap terlihat rileks dan percaya diri dengan celana pendeknya yang superpendek dan singlet ketat yang hanya menutupi setengah bagian dada!
"wkwkwk" Ketiga cewek itu geleng kepala bersamaan. Menatap dengan penuh perhatian, cowok mana yang sedang diincar, sampai Stella nekat memamerkan paha dan belahan dada di tempat orang lain justru membungkus tubuh rapat-rapat.
Dan cowok yang sangat beruntung itu ternyata..... Bima!!!!
"HAH!?" Fani sampai hampir mencelat dari jok saat menyaksikan Stella mengulurkan gelas yang dibawanya pada Bima, dengan bahasa tubuh yang seakan mengutip salah satu lagu Britney Spears: I'm a slave for you. So.....touch me!" Dasar cewek nggak tau malu! Nggak bermoral!" semprot Fani.
"Katanya lo nggak cinta sama dia?" Langen meliriknya.
"Ini bukan masalah cinta, La! Masalah harga diri! Ini udah termasuk penghinaan, tau nggak?" Fani menggebrak dasbor kencang-kencang lagi. Untung yang punya mobil tidak ada di situ.
"Pantesan aja dia pake baju kayak gitu. Dia sengaja tuh. Coba liat!" tunjuk Langen.
Stella sudah meringkuk karena kedinginan. Bima meraih jaketnya. Diselimutinya cewek yang duduk rapat di sebelahnya itu, lalu dengan lembut diusapnya rambut Stella.
"APAAA?" Fani memekik nyaring. Sampai dua orang di dekatnya refleks menutup kuping. "Elo berdua liat, kan!? Liat, kan!? Gue harus bikin perhitungan! Dasar Hanoman laknat! Playboy bajingan!" Fani mengamuk. Dibukannya pintu, siap melompat keluar. Seketika Langen dan Febi mengulurkan tangan bersamaan. Dengan paksa mereka menarik Fani masuk lagi. Dan pintu mobil yang sudah sempat terbuka buru-buru ditutup oleh Febi.
"Kalo elo keluar dalam keadaan begini, itu sama aja dengan nunjukin kalo lo akhirnya takluk sama Bima! Yang lebih parah, elo jealous-nya sama cewek yang nggak berkelas!"
Fani seperti tertampar mendengar kalimat Langen itu. Sesaat dia membeku.
"Gue terhina! Bukan jealous , La!"
"Gue ngerti....." Langen menepuk bahunya. "Justru itu kita harus menang kebut gunung, supaya bisa ganti lo hina dia!"
"Rei sama Rangga ke mana ya?" sepasang mata Febi mencari-cari. Tak lama kemudian yang dicari muncul. Dua cowok itu berjalan beriringan bersama Eri, Ronni, Andreas dan..... Pamela Anderson!
Langen cs kontan ternganga.
continue~
Link Bab 6 part 2: http://chlasmaul.blogspot.com/2014/03/bab-6-part-2-novel-cewek-by-esti-kinasih_10.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar