Sabtu, 15 Maret 2014

Bab 19 part 4 novel cewek!!! by esti kinasih


''Huh, ke tempat itu lagi?' keluh Langen dengan perasaan campur aduk. Marah, dongkol, ngeri, cemas. Tapi kali ini, apa boleh buat lagi. Mau tidak mau lagi. Tapi cewek itu tidak langsung memasuki gedung Fakultas Perminyakan. Sama seperti saat mencari Rei dulu, untuk memperkecil risiko, dia memilih mengawasi lebih dulu gedung empat lantai itu dari salah satu tempat tersembunyi di areal parkirnya.

Tapi ternyata sama sekali tidak berguna. Beberapa orang yang terlihat di koridor-koridor, tidak ada yang dikenalnya sama sekali. Tidak ada kelebat bayang Rei cs apalagi Fani. Terpaksa, tidak ada cara lain kecuali memasuki gedung yang benar-benar sarangnya alligator itu.

Setelah menarik napas lalu mengembuskannya kuat-kuat, Langen meninggalkan barisan cemara kipas dan semak kembang sepatu tempat dia melakukan pengintaian. Ada lima tempat kemungkinan Fani berada. Kantin di lantai dua dan empat, ruang senat di lantai dasar, perpustakaan di lantai dua, dan terakhir, ruang kelas ketiga cowok itu, di lantai tiga. Langen benar-benar berharap, bukan yang terakhir itu yang harus didatanginya.

Tapi seperti kata pepatah, yang namanya untung itu memang tidak dapat diraih. Dan yang namanya malang juga, kalau sudah takdir, tidak akan bisa ditolak.

Fani tidak ada di empat tempat pertama. Langen tidak begitu yakin sebenarnya. Tapi tidak ada banyak waktu untuk memerhatikan setiap kepala yang ada di setiap ruangan. Fakultas Perminyakan, seperti juga fakultas-fakultas teknik lainnya, miskin dari makhluk yang namanya cewek. Sehingga setiap kali ada cewek yang tersesat atau menyesatkan diri ke wilayah-wilayah itu, respons para penghuninya benar-benar mirip sekawanan singa yang menemukan seekor zebra. Makanya, begitu ada yang menyadari kehadiran Langen, mereka lalu berteriak.....

''Woi! Woi! Ada cewek!!!''
Langen buru-buru melarikan diri. Dia tidak menyadari, seseorang terus mengikuti setiap gerak-geriknya, bahkan sejak dia merasa telah menemukan tempat mengintai di tempat parkir tadi. Dan seseorang itu, Rangga, langsung mengambil arah yang berlawanan begitu Langen menuju lantai tiga. Cowok itu cepat-cepat berlari ke ruang kelasnya, menghampiri Rei, lalu menepuk bahunya.
''Target ke sini!'' bisiknya pelan.
Rei langsung berdiri. Ia berjalan cepat ke luar kelas, lalu berbelok ke arah yang berlawanan dengan kedatangan Langen. Rangga kemudian duduk. Mengatur napas sambil menatap seisi ruangan. Memerhatikan teman-temannya sekilas.

Sama seperti babak pertama, di babak kedua ini juga akan melibatkan beberapa figuran. Mereka diberi kebebasan penuh untuk berimprovisasi. Bukan karena sang sutradara pengertian, tapi karena para figuran itu tidak dibayar, alias dimanfaatkan secara diam-diam. Sutradara tinggal mengawasi agar improvisasi para figuran itu tidak membahayakan sang calon korban.

Langen sampai di luar kelas hanya sepersekian detik setelah Rangga memulai akting ''sibuk belajar''-nya. Menunduk menyimak buku di depannya dengan ekspresi sangat serius, dan berlagak cuek saat salah satu temannya berseru nyaring.

''EH! EH! ADA CEWEK TUH!!!''
Tapi sepasang mata Rangga langsung melirik. Mengawasi dengan tajam saat seruan itu mengakibatkan seluruh isi kelasnya melejit dari kursi masing-masing, dan dengan penuh semangat berlari keluar sambil berseru riuh.
''Mana!? Mana!? Mana ada cewek!?''
''Wah, iya! Asyiiik!''
''Cakep, jak! Gile!''
''Eh! Eh! Stop! Stop!'' salah seorang yang posisinya paling depan, mendadak menghentikan larinya lalu balik badan. Dihentikannya teman-temannya. ''Itu ceweknya Rei, lagi!''
''Mantan!'' langsung terdengar bantahan nyaring.
''Biar udah mantan, mendingan kita tanya Rei dulu. Kan nggak enak kalo....''
''Aah! Kebanyakan birokrasi, lo!'' cowok itu langsung dienyahkan jauh-jauh.

Langen terperangah mendapatkan penyambutan heboh ala selebriti begitu. Dia menatap ketakutan dan seketika bergerak mundur. Tapi baru saja dibaliknya badan dan bersiap melarikan diri, gerombolan teman Rei yang lain muncul dari arah tangga menuju kelas. Mereka langsung bereaksi sama, berlari mendekat dengan seruan-seruan riuh.
''Ada cewek! Ada cewek!''
''Mana!? Wah, iya! Yihaaa!''
''Asyiiiiiik!''
''Woi, mantan ceweknya Rei tuh!''
''Masa bodo!''

Rangga yang terus mengawasi tajam-tajam, segera bertindak begitu dilihatnya teman-temannya mengerumuni Langen seperti sekawanan barakuda Karibia yang kelaparan.
''WOI! WOI!!!'' teriak Rangga. Dia melompat berdiri dan buru-buru berlari keluar. Dengan paksa disibaknya kerumunan itu. Sesaat dia tertegun mendapati Langen yang benar-benar pucat pasi. Ketakutan, cewek itu menatap cowok-cowok yang mengelilinginya, dan berusaha melindungi diri dengan memeluk tasnya kuat-kuat. Tanpa berpikir lagi, Rangga mengulurkan kedua tangannya. Ditariknya Langen ke dalam pelukannya kemudian dilindunginya dengan punggung.
''Eh, udah! Udah! Pergi lo semua! Cewek temen sendiri nih!''
''Na, itu lo peluk malah!''
''Omongan sama tindakan nggak sinkron amat sih, lo!''
''Tau tuh, dasar!''
Bertubi tepukan keras di punggungnya membuat Rangga menyeringai kesakitan.
''Woi! Gue serius nih!'' sentak Rangga.
Bersamaan dengan itu, Rei datang. Seketika dia terperangah menyaksikan perlindungan yang diberikan Rangga untuk Langen tidak seperti pembicaraan mereka pada saat penyusunan rencana. Rangga langsung melepaskan pelukannya.
''Gue nggak ngambil untung!'' tegas Rangga. Bukan cuma dengan penekanan dalam ucapan, tapi juga dengan sepasang mata yang menatap Rei dengan sorot tegas.
''Bohong! Bohong!'' beberapa suara kontan membantah pernyataannya itu.
''Cewek lo tadi dikekepin sama Rangga, Rei. Beneran sumpah! Gue liat pake mata kepala gue sendiri!''
''Iya, bener! Meluknya hot banget si Rangga tadi!''
''Dasar Rangga! Temen makan temen!''

Rangga menatap teman-temannya dengan jengkel. ''Kalo nggak gue bekep, bisa abis dia sama elo-elo!'' sentaknya.
''Ah! Alasan aja, lo!'' salah seorang temannya seketika membantah.
''Lo udah memanfaatkan kesempatan, masih nuduh kami pula!'' yang lain menyambung.

Sadar percuma saja berdebat, Rangga berdecak lalu kembali menatap Rei. Rei juga tengah menatap dirinya dengan sorot tajam menusuk dan kedua rahang terkatup keras.
''Kita beresin ini nanti aja, Rei.''
''Jangan! Jangan! Jangan mau, Rei! Lo harus menuntut keadilan yang seadil-adilnya! Sekarang juga! Hukum harus ditegakkan!''
''Apa sih lo!?'' Rangga melotot jengkel. ''Jangan pulang dulu ntar lo, ya? Tunggu gue!''



continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar