Sabtu, 08 Maret 2014

Bab 4 part 1 novel cewek!!! by esti kinasih

Iwan menatap dua mantan teman SMA-nya dan seorang gadis yang tidak dikenalnya, bergantian.
"Ini bener, serius?"
"Aduh!" desis Langen kesal. "Pake nanya, lagi! Kan udah gue ceritain semuanya. Lagi pula, kalo DP-nya aja udah pake Guns N'Roses, dua pula, itu berarti udah bener-bener serius. Itu CD bukan tanpa usaha, tau! Itu aja boleh ngembat punya Mas Radit. Begitu dia tau, tinggal tunggu tewas aja gue!"

Iwan ketawa.
"Masalahnya, naik gunung itu nggak gampang, La. Persiapannya banyak. Tapi....oke deh. Berhubung permasalahan elo-elo ini sangat serius, gue udah ngontak temen-temen gue untuk bantuin. Dan libur tiga hari besok langsung kita pake untuk pengenalan medan."
"Tapi kami nggak punya peralatannya sama sekali. Gimana?"
"Itu urusan gue. Lo bertiga cukup bawa baju ganti sama ransum makanan. Oke?"
"Oke!" Langen dan Fani menjawab kompak, dengan semangat reformasi menuntut persamaan hak. Sementara Febi cuma mengangguk tanpa bunyi. Pasrah, karena niatnya memang nggak kenceng-kenceng amat.

***

Karena Iwan sudah berpesan untuk datang pagi-pagi, hari Jumat jam setengah enam pagi Langen dan Fani sudah berangkat. Tapi kalau sudah berurusan dengan Febi dan keluarganya, keduanya tidak bisa berbuat lain kecuali pasrah. Karena untuk keluarga bangsawan yang terhormat itu, etika atau tata krama jauh lebih penting dari waktu!

Dan sia-sialah mereka gedubrakan dari subuh, karena sekarang kedua cewek itu sedang duduk dengan hati dongkol di teras rumah Febi, menunggu Febi yang sedang ditanya ini-itu oleh ibu dan salah satu kakak laki-lakinya. Dengan pasrah Langen dan Fani mendengarkan pembicaraan dalam bahasa asing yang sama sekali tidak mereka mengerti.

Maka, begitu acara bincang-bincang itu selesai, keduanya buru-buru berdiri. Mereka membungkukkan badan dengan takzim saat akan mohon diri.
"Tadi lo ngomongin apa aja sih, Feb?" tanya Langen setelah mereka meluncur pergi.
"Biasalah. Namanya juga mau pergi pake nginep segala." Febi tidak ingin berterus terang. Langen juga tidak ingin memaksa. Dalam hati dia mengucapkan syukur. Puji Tuhan, yang Mahabaik! Yang Maha Mengetahui! Langen ngeri banget sama ''Kanjeng Ibu''-nya Febi. Asli! Terima kasih sekali beliau yang mulia itu tidak bertanya-tanya.

Ketiganya sudah ditunggu-tunggu Iwan cs. Land Rovernya malah sudah diparkir di luar, di pinggir jalan. Cowok itu langsung berdiri begitu Kijang Langen akhirnya muncul.
"Telat amat sih lo? Gue bilang pagi-pagi juga. Ini apa-apaan, lagi.....pake baju....."

Langen buru-buru memberi isyarat agar Iwan diam.
"Numpang ganti baju dong, Wan."
"ayo cepet!"
Ketiga cewek itu mengekor langkah Iwan. Febi lebih dulu masuk ke kamar tamu. Begitu pintu di depannya tertutup, Langen langsung menarik Iwan jauh-jauh.
"Sori banget, Wan. Gue sama Fani udah bangun dari subuh, tapi stuck di rumah Febi. Urusannya kalo di tempat dia. Birokrasinya ribet. Apa-apa kudu tertib. Makanya kami pake baju kayak mau kondangan begini. Kali ngoboi, tuh anak bakal nggak diizinin pergi."
Iwan menarik napas. "Kita tinggal aja deh dia!"
"Nggak bisa. Mau nggak mau dia terus diajak. Bahaya kalo nggak. Bisa-bisa dia ceritain semuanya ke cowok gue sama cowoknya Fani."
"Jadi tuh cewek tukang ngadu?"
"Tukang ngadu sih nggak. Cuma dia tuh cewek paling geblek di abad ini. Jujur banget, tau nggak? Jadi kalo kamu bikin sesuatu nggak nyeret dia, disuruh nyari tau. Dan kalo udah gitu, bisa merembet ke mana-mana. Bisa-bisa orang rumah juga jadi pada tau, apa aja yang gue sama Fani kerjain di luar. Ngeselin, kan?"

"Kenapa dia bisa sampe begitu?" Iwan mengerutkan kening. "Okelah, dia itu jujur. Agak ortodoks. Tapi masa iya sampe ikhlas buang waktu cuma untuk ngurusin kayak begitu?"

"Biasa. Kena hasutan. Cowok-cowok itu bilang, dia itu cewek perfect. Cewek idaman semua cowok. Nantinya bakalan jadi istri yang baik, ibu yang baik. Pokoknya gitu deh. Yang baik-baik. Naah, cowok-cowok itu terus bilang, mereka mau bantuin mengarahkan kami."
"Mengarahkan?" Fani melotot. "Emangnya kita sesat, apa? Dasar!"
Iwan ketawa.
"Trus, gimana caranya sekarang dia bisa cs sama elo berdua?"
Langen dan Fani kontan meringis lebar.
"Yaaah, terpaksa kami minta tolong Salsha," kata Langen.
"Apa!?" Iwan terbelalak, lalu ketawa lagi. "Gimana ceritanya? Kalo Salsha udah ikutan, biasanya pasti kacau. Cepet cerita!"

Belum sempat Langen buka mulut, Fani sudah keburu memberi isyarat. Terdengar suara kunci diputar, dan tak berapa lama Febi keluar. Iwan buru-buru menyambar tangan Langen.
"Jangan lama-lama," bisiknya.
"Sip!" Langen meringis. Paham.

Langen dan Fani ganti baju dengan kilat. Keduanya jadi menahan tawa begitu keluar dan mendapati Iwan berdiri kikuk, diam, dan serbasalah. Memang selalu begitu. Febi itu selalu jaim. Nggak di mana-mana. Dengan gelar kebangsawanan yang berbaris di depan namanya, juga BMW, jaguar, Volvo, Mercedes, serta dua mobil antic Austin Seveb dan Citroen Traction Avant  yang berderet di garasi rumah besarnya, sepertinya yang manusia. Yang lain cuma kutu dan kecoak yang kebetulan saja punya anatomi tubuh yang sama.

Iwan langsung menarik napas lega.

"Udah? Yuk, gue kenalin ke temen-temen gue," ajak cowok itu. Mereka menuju ruang keluarga. Empat cowok yang sedang duduk di lantai, menonton tivi, langsung berdiri. "Ini Theo," tunjuk Iwan ke cowok yang paling pinggir. Yang kepalanya botak dan mengilap. "Ini Rizal, ini Evan, dan yang ini Yudhi."


continue~

Link Bab 4 part 2: http://chlasmaul.blogspot.com/2014/03/bab-4-part-2-novel-cewek-by-esti-kinasih.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar