download novel terbaru dan terpopuler, download novel indonesia terbaru ebook, download novel gratis, download novel cinta, download novel teenlit terbaru, download novel remaja terbaru, novel cinta, novel remaja, kumpulan novel, novel gratis, novel terbaru, cerita novel, contoh novel
Sabtu, 15 Maret 2014
Bab 25 part 4 novel cewek!!! by esti kinasih
Dengan lincah, seakan tubuh mereka sangat ringan, Rei, Bima, dan Rangga berpindah dari satu dahan ke dahan lain. Melompat-lompat dan berayun-ayun. Persis seperti yang dilakukan kera. Sementara Langen dan Fani, mengingat proses evolusi telah berjalan jutaan tahun lamanya, tidak lagi yakin dalam tubuh mereka masih tersisa DNA kera.
Dan memang tidak ada. Meskipun Theo dan Evan sudah membuat pijakan-pijakan tambahan hingga jarak satu dengan yang lain berdekatan, ternyata tetap tidak membuat pemanjatan itu menjadi mudah. Langen dan Fani berpindah dari satu dahan ke dahan lain dengan susah payah, dengan gerakan nyaris selambat kukang.
Akibatnya.....jarak mulai terentang.
Dengan napas terengah dan sambil memeluk sebatang dahan kuat-kuat, Langen mendongak. Kontan dia terkesiap. Ketiga lawannya telah lenyap!
''Fan! Fan! Buruan, Fan!''
Fani, yang cuma satu setengah meter di bawahnya, menjawab dengan suara terpurus-putus.
''Bu.....ruan? Lo nggak liat.....? Sekarang kita..... Ada di mana....?''
''Tapi mereka udah nggak keliatan!''
Fani mendongak lalu menatap ke segala arah.
''Wah, iya! Gawat, La!''
''Makanya buruan!''
Keduanya berusaha bergerak lebih cepat. Tapi saat ini mereka sedang berada di ketinggian. Tanpa pengaman. Tenpa perlindungan. Dan itu membuat kedua kaki mereka tidak bisa dipaksa untuk tidak gemetar.
Sebenarnya Rei cs tidak berada terlalu jauh, tapi mereka sengaja bersembunyi di balik rimbunnya daun-daun, agar bisa leluasa mengawasi kedua lawan. Ketiganya saling pandang setelah beberapa saat mengamati bagaimana Langen dan Fani berpindah dari satu dahan ke dahan berikut dengan begitu lambat. Mereka juga memerhatikan, Langen dan Fani sebentar-sebentar melongok ke bawah lalu langsung memeluk cabang pohon terdekat kuat-kuat dan memejamkan mata rapat-rapat, tubuh mereka gemetar ketakutan setiap kali akan berpindah tempat.
''Sama sekali bukan karena mereka lupa pake kostum Catwoman!'' ucap Bima. Rei seketika menoleh dan menatapnya, sementara Rangga nyaris meledak ketawa. ''Dulu gue pernah janji mau ngasih lo bukti.'' Bima membalas tatapan Rei tepat di bola mata. ''Ini buktinya! Bener-bener jelas, kan?''
Rei berdecak, sedikit kesal. ''Bim, emang gue segoblok itu? Nggak usah pake bukti gue juga tau. Yang gue masih bingung, gimana cara mereka bisa sampe puncak lebih ceper dari kita, dan lewat mana!''
Ganti Bima berdecak.
''Itu apa namanya kalo bukan goblok? Lo kira gimana caranya orang naek gunung sampe ke puncak? Waktu itu kita sama sekali nggak denger ada suara helikopter. Kita juga sama sekali nggak ngeliat Superman lewat. Berarti tinggal satu kemungkinan.....dengan kaki! Kalo cuma pake kaki mereka sendiri, jelas nggak mungkin.'' Bima menggerakkan kepalanya ke bawah. Ke arah Langen dan Fani yang masih setengah mati merambati tebing. ''Jadi diperlukan banyak kaki. Sampe di sini lo pasti ngerti dan bisa mengalkulasi, kira-kira diperlukan berapa kaki tambahan untuk bisa mencapai puncak dalam waktu cuma empat jam!''
Ketika beberapa detik terlewat dan Rei masih juga tak bersuara, masih terus menatapnya tapi dengan mata yang tidak terfokus, Bima berdecak kesal.
''Perlu nama?'' tanyanya gemas. ''Gue sebutin jumlah kaki tambahannya pun percuma, lo pasti akan tanya siapa-siapa aja mereka.''
''Siapa?'' tanya Rei langsung. Bima geleng-geleng kepala, sementara Rangga tertawa tanpa suara.
''Iwan, Evan, Yudhi, Rizal, Theo!''
Kedua mata Rei kontan melebar. ''Mereka bukannya....''
''Tepat!'' Bima menjentikkan jari. ''Di depan mata, Rei! Belom pernah gue ngerasa idiot parah kayak gini!''
''Dan lewat mana mereka, menurut lo?''
''Kalo yang ini, jujur gue juga nggak tau. Makanya.....''
Kalimat Bima terpental. Tiba-tiba cowok itu berdiri lalu bergerak menuruni tebing dengan cepat. Melompati dahan demi dahan dan menerjang lebatnya daun dan ranting tanpa memedulikan kulitnya yang terluka karena sabetannya.
Beberapa detik kemudian Rei dan Rangga tahu penyebabnya. Fani terjatuh. Tergelincir dari dahan tempatnya berpijak. Sementara Langen membantu dengan tubuh tegang dan wajah pucat. Tak mampu menolong.
Secepat kilat Bima menyambar Fani sebelum tubuh cewek itu menghantam salah satu dahan. Dia bisa merasakan tubuh yang dipeluknya gemetar ketakutan. Sayangnya saat ini bukan momen yang tepat untuk memberinya lebih banyak pelukan menenangkan. Karenanya, begitu menemukan sebatang dahan yang kokoh, segera dilepaskannya pelukannya.
Tak ada satu kata pun yang keluar. Bima hanya menatap tanpa bicara, memastikan cewek di depannya tidak menderita luka serius. Hanya beberapa luka gores yang memang tidak mungkin dihindari. Kemudian ditinggalkannya Fani dan dihampirinya Langen yang sama pucatnya.
''Perhatiin temen satu tim! Jangan jalan sendiri-sendiri!'' desis Bima tajam. ''Sekarang dia tanggung jawab elo. Bukan gue!''
''Sori,'' jawab Langen pelan, merasa bersalah. Bima masih menatapnya tajam selama beberapa saat, kemudian kembali ke tempat Rei dan Rangga.
''Nggak apa-apa dia?'' tanya Rei langsung.
''Nggak. Cuma shock.''
''Nggak apa-apa lo tinggal begitu?''
''Mau gimana lagi? Lagi perang begini.''
Bima kembali ke dahan tempat dia duduk tadi, lalu mengawasi ke arah bawah dengan waspada. Kedua sobatnya mengikuti. Sementara itu Langen menyingkirkan segerumbul daun yang menghalangi pandangannya ke Fani.
''Fan,'' panggilnya dengan suara serak. ''Lo nggak apa-apa?'' Sambil mencengkeram kuat-kuat beberapa ranting sekaligus, Fani menggeleng tanpa bicara. Dia belum bisa membuka mulut. ''Lo bisa ke sini, kan? Gue nggak bisa....''
Langen melirik ke atas.
''Iya. Gue tau.'' Fani mengangguk.
Meskipun tubuhnya masih lemas, Fani nekat memaksakan diri meniti dahan menuju tempat Langen berdiri. Ini perang, jadi dia tidak bisa terlalu lama membiarkan dirinya dicekam ketakutan.
''Kenapa bukan Langen yang jalan?'' di atas, Bima menggeram marah melihat itu. Dia tidak tahu, Langen tidak mungkin meninggalkan jalur pemanjatan yang telah dibuat Iwan cs.
''Di mana-mana anak buah ngikutin jenderal. Bukan sebalinya,'' kata Rangga.
Begitu Fani sampai di sebelahnya, Langen langsung memeluk dan minta maaf. Keduanya kemudian meneruskan pemanjatan. Di atas, Rei cs masih terus mengawasi dengan waspada. Dugaan sekaligus harapan mereka tercapai. Karena terlalu khawatir dengan kondisi Fani, Langen jadi lengah.
Ganti dia yang terpeleset. Kedua tangannya refleks meraih sesuatu untuk dipegang. Sayangnya dahan yang terpegang tidak cukup kuat. Dahan itu patah dan ikut jatuh bersama sang pemegang. Fani berusaha menolong tapi nyaris membuatnya ikut jatuh juga.
Rei langsung bertidak begitu apa yang akan menimpa Langen masih berupa gelagat. Dituruninya tebing dengan cepat. Tak peduli ranting-ranting liat dan permukaan kasar dahan-dahan pohon membuat kulitnya yang tidak terlindung pakaian tergores. Disambarnya tubuh Langen dan dibawanya ke satu dahan yang kokoh, tidak jauh dari Fani yang memandang pucat pasi. Tanpa bicara Rei menatap sang mantan dalam-dalam.
Sepasang mata milik Rei menatap Langen dengan banyak ekspresi. Ada senyum tertahan di sana. Ada kangen yang terbaca jelas. Ada kecemasan yang sarat. Ada permintaan untuk berhati-hati. Namun sepasang mata itu juga memancarkan sinar yang memerintahkan Langen untuk mengaku terus terang!
continue~
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar