Berhasil juga cewek itu dengan taktiknya. Menyaksikan pacarnya meringkuk ketakutan begitu, Rei malah tambah gila-gilaan. Kalau perasaannya sedang normal, jelas dia tidak akan tega. Tapi berhubung dadanya sedang panas dan kepalanya sedang mendidih, jadi ya....sori aja!
Dia ingin malam ini semuanya jelas! Clear! Tuntas! Karena itu, supaya persoalan ini bisa menjadi jelas, tentu saja harus dibuatnya Langen ''bernyanyi''. Mau nadanya sumbang atau fals, bukan masalah. Yang penting kata-katanya jelas!
Dan inilah salah satu cara untuk membuat cewek ini ''bernyanyi'' nanti!
Jarum spidometer bergerak naik dan naik. Jeep meliuk kiri-kanan dengan gerakan tajam. Menyelinap di antara puluhan kendaraan yang memadati jalan.
Langen, yang tadinya cuma meringkuk ketakutan, kemudian memutuskan untuk menjerit-jerit, biar tambah seru dan biar Rei tambah ketipu. Jeritannya malah seperti yang benar-benar ketakutan, saat Jeep itu ''terbang'' sejauh sepuluh meter, setelah membabat gundukan tanah bekas galian kabel. Cewek itu sudah membuka mulut, siap dengan adegan muntah-muntah segala, biar lebih dramatis dan mencekam. Tapi kemudian dibatalkan. Takut nanti disuruh membersihkan. Itu yang dia ogah!
Di mulut menjerit, tapi dalam hati Langen ketawa geli. Biar dilambungkannya ego Rei tinggi-tinggi. Biar kepala cowok itu semakin besar. Tapi lihat saja nanti. Bisa menyamakan skor satu sama.....tidak akan dia bisa!
Setelah dua puluh menit membuktikan dirinya adalah off-roader yang patut diperhitungkan, dan dilihatnya ceweknya yang bengal itu sudah meringkuk di sebelahnya, Rei membelokkan Jeep ke satu jalan yang lengang. Jalan yang memasuki kawasan perumahan mewah. Lalu berhenti di sebuah taman.
Pelan-pelan Langen mengangkat muka. Diperhatikannya taman lengang di depannya, medan pertempuran yang telah dipilih Rei. Ditariknya napas panjang-panjang, pura-pura merasa legaaa sekali.
"Kepalaku pusing nih," keluhnya dengan nada lemas tapi manja. "Kita mau ngapain sih ke sini?"
"Turun! Dan kamu akan tau!"
Rei membuka pintu di sebelahnya lalu melompat turun. Ditutupnya pintu itu dengan bantingan yang suaranya mungkin lebih keras dari bel pertandingan tinju.
Akhirnya..... Ronde pertama dimulai!
Detik itu juga sikap pura-pura Langen menghilang. Sekali lagi dipastikannya, fisik, mental juga hatinya telah benar-benar siap untuk peperangan ini. Dibukanya pintu di sebelahnya lalu turun.
Rei jadi terkejut melihat medan berubah begitu cepat. Sampai satu menit yang lalu dia masih mengira kendali ada di tangannya. Tapi sekarang dia mulai tak yakin, karena cewek di depannya yang selama di mobil tampak begitu ketakutan, duduk meringkuk dalam-dalam dengan muka ditutup rapat, menjerit-jerit ngeri, malah sempat menangis segala sekarang berdiri tegak di depannya dengan sepasang mata yang menatapnya dengan sinar menantang. Begitu yakin dan begitu siap!
"Cuma kayak begitu aja sih...," Langen tersenyum, sambil menjentikkan ibu jari dan kelingkingnya di depan muka Rei, "kecil! Cariin gue pinjeman Jeep, dan semua tropi di rumah yang udah kayak benda keramat itu mendingan dibuang!"
Rei tercengang.
"Apa maksud kamu?"
"Nggak enak hati aja tadi. Kamu kan lagi nunjukin kalo kamu itu pembalap oke. Jadi aku harus.... Yaaah.... Kayak tadi, gitu. Gimana? Mengesankan banget, kan?" Langen tersenyum centil. "Untuk mengetahui seorang racer itu oke apa nggak, ya diliat dari kepanikan penumpangnya. Tadi aku kan udah panik buanget tuh, berarti kamu itu emang off-roader yang oke sekali. Off-roader sejati!" sebiji jempol tiba-tiba tegak persis di depan hidung Rei. Lagi-lagi cowok itu jadi tercengang.
Kurang ajar! Geram Rei dalam hati. Gue ketipu mentah-mentah!
''Jadi tadi kamu pura-pura!?'' bentaknya.
''Oh, bukaaan. Itu namanya pengertian...,'' jawab Langen ringan. Lalu dia mengusap-usap perut. ''Aku laper banget nih. Apa menu makan malem kita?''
Rei tidak langsung menjawab. Sepasang matanya tajam menguliti cewek di depannya. Kalau Langen sudah mempelajari medan sejak tadi, cowok itu baru sekarang. Payah juga dia!
''Kamu ternyata udah bener-bener siap, ya? Oke! Bagus!'' Rei mengangguk-angguk. ''Karena kamu udah siap, kita langsung aja. Menu makan malem kita.... PENJELASAN!''
''Kayaknya itu makanan berat,'' komentar Langen. Masih dengan gaya santai dan sekarang ditambah gelengan kepala. Kesepuluh jari Rei mengepal. ''Oke deh. Silakan kamu mulai menjelaskan.''
''BUKAN AKU YANG HARUS MENJELASKAN!'' bentak Rei menggelegar. ''KAMU!''
''Aaaaku?'' Langen menunjuk dadanya. ''Lho? Kok aku sih?''
''Siapa kamu pikir!?''
''Berarti kamu anggap masalahnya ada di aku, begitu?''
''Di mana kamu pikir!?''
''Oke, nggak apa-apa. Apa yang harus aku jelasin? Soal kebut gunung itu pasti....''
''Tepat!'' tandas Rei.
Langen mengangguk-angguk. ''Apanya yang harus aku jelasin? Gimana caranya kami bisa sampai puncak. Begitu?''
''Iya!''
''Ya pakai kaki! Soalnya kalo aku bilang terbang, kamu udah pasti nggak percaya, lagi pula itu emang nggak mungkin banget sih.''
Rei ternganga. Benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu.
''Langen!'' desisnya. ''Tolong jangan sampai kesabaranku abis!''
''Aduh!'' Langen pura-pura bingung. ''Terus aku harus bilang apa dong? Emang begitu caranya. Pakai kaki. Jalan, you know? Walking! Eits, salan. Climbing, maksudku!''
Rei memalingkan muka. Mati-matian menahan emosinya yang sudah menggelegak. Setelah menarik napas panjang-panjang, baru dia menoleh lagi.
''Bukan itu yang aku tanya. Bukan gimana cara kalian bisa sampe puncak. Pake kaki atau tangan. Bukan itu. Yang aku mau tau....sama siapa?'' tanyanya dengan suara yang dipaksa datar. Langen baru akan membuka mulut, tapi Rei langsung memotong, ''Bukan dengan Fani atau Febi!''
Bibir Langen langsung terkatup lagi. Cuma sesaat. Kemudian dijawabnya pertanyaan itu dengan tegas, ''Cuma kami bertiga!''
''Nggak mungkin!'' bantah Rei seketika.
''Kenapa?''
''Karena itu jelas-jelas nggak mungkin!''
''Kenapa nggak mungkin? Buktinya kalian mungkin. Kamu malah pernah naik gunung sendirian, kan? Bima apalagi!''
''TAPI KAMI COWOK, LA! AKU COWOK!'' teriakan Rei benar-benar menggelegar. Langen sampai refleks menutup kuping.
Nah, ini! Langen bersiul dalam hati. It's the time to talk about gender! Dia turunkan kedua tangannya lalu dilipatnya di depan dada.
''Trus kenapa kalo kamu cowok?'' tanyanya, dengan nada yang masih tetap tenang! Canggih kan tuh cewek? Meskipun sudah dibentak-bentak, nyalinya tetap tidak menciut.
''Kalo kamu cowok, aku percaya kamu bisa naik tanpa dibantu. Tapi kamu cewek, La!''
''Itulah! Kalian ini terlalu bangga sih sama kaum sendiri. Selalu beranggapan cewek itu cuma nyusahin, ngerepotin, cengeng, manja, nggak logis, nalarnya susah diterima. Boleh aja kamu bilang cewek itu lemah. Makhluk halus! Tai aku kasih tau ya, buat kami otot tuh nggak terlalu penting kok. Ini lho yang penting....'' Langen mengetuk-ngetuk keningnya. ''Otak, you know! Kalo itu dipake, segalanya akan jadi mungkin! Otot yang kalian bangga-banggakan itu bisa diganti robot. Dan kali udah begituuu...,'' dikembangkannya senyum, manis tapi mengejek, ''apa sih yang mau dibanggain dari Maranon?''
continue~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar